ANATA NO KOTO GA SUKI
(I LIKE YOU)
Aku hanya dapat memandanginya diam-diam sampai saat
ini. Rasanya susah sekali sih keberanian ini muncul untuk sekedar menyapanya
“Selamat pagi” atau “Hai” atau apa pun itu. Rasanya lidahku kelu setiap ingin
menyapanya. Ingin aku seperti yang lain, bertegur sapa dengan mudah, bercanda
dengannya. Sampai kesempatan itu tiba, ya, kesempatan.
Entah kenapa tiba-tiba saja aku
terpilih menjadi Sekretaris I di kelas, dan ia menjadi Ketua Kelas, padahal kurang
lebih satu bulan lagi Ujian Nasional. Tapi biarlah, ini sungguh kesempatan yang
luar biasa bagiku! Tapi, kenapa ya, sepertinya ia tidak ingin menjadi Ketua
Kelas. Dan sepertinya ia pun menjalankan tugas dengan angin-anginan.
Dan entah kenapa, sepertinya ia
tidak begitu menyukaiku. Atau hanya perasaanku saja?
“Rini, kenapa Jamal kautulis sakit?
Dia ‘kan tidak ada surat sakitnya. Kautulis saja alfa.” protes Rico, cowok yang
kusuka itu. Ia menatapku jengkel.
“Yah, tak apa-apa ‘kan? Siapa tahu
besok surat sakitnya datang.” Aku sedikit melotot padanya. Sumpah, aku tak
bermaksud membentaknya, atau melotot padanya. Itu pertama kalinya aku bicara
dengannya, dan langsung pembicaraan yang tak enak.
Rico menatapku kesal. “Terserah kau
saja. Tapi kau yang harus bertanggung jawab.”
Aku menghela napas.
Entah kenapa, aku baru
menyadarinya, sepertinya Rico baik sekali pada Malisha, Wakil Ketua Kelas.
Sepertinya perlakuan Rico pada Malisha berbeda. Rico pun tampak seperti selalu
memperhatikan Malisha.
Suatu hari, guru yang akan mengajar
sudah terlambat 15 menit. Seharusnya sudah menjadi tugas Ketua Kelas untuk
menjemput guru yang terlambat masuk kelas. Karena aku kebelet ingin ke toilet,
Rico mengira bahwa aku akan menjemput guru tersebut. Sebelum aku ke toilet aku
sudah memberitahunya untuk memanggil guru fisika ke kelas, namun ia hanya diam
dan mengabaikan omonganku.
Lima belas menit sebelum bel pulang,
guru fisika yang seharusnya dipanggil Rico, masuk ke kelasku dan bertanya
kepada sang Ketua Kelas mengapa ia tak dipanggil untuk mengajar ke kelasku ini.
“Bukanya tadi Rini sudah memanggil
Ibu.” elak Rico.
“Tidak ada yang manggil Ibu tadi.”
Lalu semua hanya mendengarkan
ceramah guru tersebut dan aku hanya terdiam gara-gara si Ketua Kelas itu. “Ssst
Rin dipanggil Rico.” bisik Ari yang duduk diantara aku dan Rico.
“Hei kenapa kau tidak memanggil Bu
Mieke itu, padahal kau kan tadi keluar kelas.”
“Tadi aku kebelet ke toilet, lagipula tadi aku sudah
memberitahumu untuk memanggil guru itu.”
“Kenapa kau tak memanggilnya, kan
bisa sekalian mampir ke ruang guru.”
“Aku tidak kepikiran, lagipula itu ‘kan
tugasmu sebagai Ketua Kelas untuk memanggil guru.”
“Tapi kan…”
“Rico, Rini, sedang apa kalian,
sedang dinasihati malah mengobrol.” ujar guruku waktu aku dan Rico sedang
berdebat. Mataku meliriknya dan berkata ‘debat kita belum selesai’. Setelah bel
aku berlari mengejarnya dan melanjutkan perdebatan tadi.
“Tadi bukan salahku, mengapa kau
menyalahkanku.”
“Siapa yang menyalahkanmu, aku
hanya bertanya.”
“Tapi nada bicaramu itu lho yang membuatku
jengkel.” gerutuku.
“Aku hanya kesal pada sekretaris
tak bertanggung jawab sepertimu.”
“Yang tak bertanggung jawab tuh kau,
sebagai Ketua Kelas kau hanya diam dan menyalahkan orang lain.” Lava di tubuhku
mulai naik ke permukaan gara-gara berdebat dengannya.
“Aku tak menyalahkanmu…”
“Ya sudah lebih baik kita minta
maaf ke Bu Guru.”
“Untuk apa? Aku tidak merasa
bersalah.”
“Ugghh apa katamu?”
“Bawel kau,” setelah ia mengucapkan
dua kata tersebut ia pergi dari hadapanku. Benar-benar deh debat sama Rico
membuatku hampir meletus gara-gara dia. Tapi aku senang bisa ngoborol banyak dengannya,
walaupun kesan pertamanya jadi jelek gara-gara aku debat dengannya. Ia memang
menjengkelkan.
Tapi aku terus berharap suatu saat
aku bisa bebicara santai seperti anak-anak lain yang berbicara dengannya. Dan
aku terus berharap bahwa aku bisa menyapanya dengan senyumanku. Aku tak akan
menyerah sampai titik puncak dimana aku bisa menyatakan perasaanku dan bisa
mendengar jawaban darinya.
Sesampai di rumah aku bercerita
kepada kakak perempuanku, alhasil aku hanya di ledek, dan yang meledekku adalah
si kembar satu. Aku lima bersaudara dan aku paling muda. Semua kakakku
perempuan tapi aku punya satu sepupu laki-laki yang mengerti saat aku ajak
curhat, hanya satu tahun lebih tua perbedaan umurku dengannya. Tetap saja aku
lah anak bawang disini. Setelah makan malam aku berkumpul dan bercerita dengan
mereka.
“Bagaimana Rin, di sekolah sudah
ada kemajuan belum dengan “Rico” mu itu hahahaha.” ledek kakak tertuaku Permata.
“Ssst nggak boleh gitu, Kak. Kasihan
‘kan adik kita ini.” Kak Mahayu mulai menasihati kak Permata. Padahal Kak
Mahayu lebih muda dari Kak Permata tapi kak Mahayu yang selalu menasihati kita.
Bakat dari lahir.
“Iya tuh dengarkan kak Mahayu.”
“Anak kecil diam saja.” gertak kak
Permata.
“Kak, besok aku mau pergi dengan
Ade jadi aku tidak jaga rumah.” Salsa mulai bicara, dia adalah kakak keempatku,
hanya beda dua tahun, namun tubuhku lebih besar dan tinggi dibanding dengannya.
“Annisa juga mau pergi sama Setyo.”
kak Annisa ikut-ikutan.
“Aku juga mau pergi.” serempak kak
Mahayu dan kak Permata. Semuanya langsung melirik kearah diriku dengan maksud
aku lah yang tak punya acara jadi minggu ini aku menjaga rumah.
“Baiklah minggu ini aku yang
bertugas di rumah.” Memang nasib jomblo
seperi ini.
“Anak baik, tapi memang seharusnya
kau di rumah, kau kan masih anak kecil.” ledek kak Annisa.
“Ya sudah kalian pergi saja,
lagipula aku lebih senang di rumah.”
“Tenang, sebentar lagi lemburan Mama
selesai kok.” Kak Mahayu mulai menghiburku.
“Benarkah?”
“Iya sekitar satu sampai dua minggu
lagi kok.” jawab kak Mahayu.
“Biarlah kalaupun ada mama aku
tidak punya teman jalan-jalan hahaha, lebih baik aku baca komik.”
“Baiklah kami keluar dulu yah,
sudah malam, kau tidur saja. Besok kau ekskul pagi kan?” tanya kak Permata.
“iya!”
“Ya sudah tidur saja sana!”
“Iya!”
Esoknya aku terlambat bangun
gara-gara memimpikan Rico.
“Kakak, aku berangkat. Sudah telat
nih, aku dijemput Meli.” teriakku sambil menyiapkan keperluanku. “Melia sorry tadi keenakan mimpiin Rico hihihi.”
“Dasar, ayo naik.”
Sesampainya di sekolah aku langsung
latihan Paskibra, ekskul nomor satu di sekolahku. Setelah selesai latihan hal
yang langka terjadi hari ini, yaitu Rico anak yang paling malas datang ke
sekolah kalau bukan hari sekolah, datang ke sekolah. Ada sesuatu dibalik
sesuatu, kayaknya sih. Dan aku mencoba bertanya padanya.
“Hei kok kau ada disini? Bukannya
kau orang paling malas kalau disuruh datang ke sekolah yak?”
“Hei aku kesini karena ada kerja
kelompok bersama Malisha.” Setelah kalimat tersebut keluar dari mulutnya,
dadaku sesak, leherku seperti tercekik sehingga aku tak dapat berkata apa-apa.
“Malisha, aku disini!” teriaknya
kepada Malisha dan langsung pergi meninggalkanku. “Aku duluan ya.”
“Y…” aku tak dapat melanjutkan
kata-kataku, suara ini seperti ditahan oleh sesuatu yang membendung.
Sesampainya di rumah aku baru ingat
disini aku sendiri, tadi siang rasanya seperti ada yang tertahan di dalam
diriku sehingga dadaku terasa sesak dan leherku terasa dicekik. Aku nggak tahu
harus bagaimana, Setelah kak Salsa pulang aku langsung masuk kamar karena sudah
ada yang menggantikanku menjaga rumah.
Di
kamar aku sangat bingung dan tak tahu harus berbuat apa, aku terus
memikirkannya. Sudah hampir setahun aku menyukainya tapi aku sama sekali belum
bisa mengatakan perasaanku kepada dirinya, setelah memikirkannya sampai aku
mengorbankan hari Mingguku buat tidak nonton anime K-ON, telah kuputuskan aku akan mengatakan perasaanku ini
kepada si Ketua Kelas setelah Ujian Nasional.
Saat sarapan pagi kak Salsa bertanya
kapan aku Ujian Nasional dan aku jawab dua minggu lagi. Hari ini aku
berpenampilan rapi karena hari ini aku mejadi pemimpin upacara untuk terakhir
kalinya, dan aku ingin dia melihat
diriku yang sedang berdiri di tengah lapangan adalah seorang yang berbeda dari
yang selalu dilihatnya.
Namun entah kenapa dia tidak masuk
sekolah dan tidak ada kabar darinya. Perasaanku aneh, takut, dan khawatir.
Esoknya surat dari orang tuanya datang, di surat itu dikatakan bahwa ia sakit
dan baru bisa masuk esok hari. Aku senang dan lega setelah membaca surat izin
sakit dari pihak keluarganya itu.
Esoknya tetap seperti biasa ia hanya
diam dan cuek ditambah lagi ia sedang
sakit tapi syukurlah ia sudah sehat, membuatku merasa lega. Tapi seharusnya dia
tahu betapa pentingnya kesehatan, apalagi sebentar lagi Ujian Nasional. Ketika
aku melihat Rico dan Malisha aku merasa ada yang berbeda diantara mereka,
mungkin hanya perasaan saja.
Waktu
pulang sekolah aku di panggil guru yang sedang lewat dan meminta bantuan untuk
membagikan LKS kepada siswa di kelasku, karena aku punya keperluan sebentar,
akhirnya guru itu meminta tolong pada Rico. Setelah keperluanku selesai aku
langsung mencari Rico untuk membantunya. Ketika aku melihatnya, aku refleks
berlari dan memanggilnya.
“Rico, Rico.” panggilku sambil lari
tergesa-gesa.
“Apaan?”
“Sini biar kubantu!” tawarku.
“Kau saja ya yang membagikan, susah
kalau mencari anak-anak satu-satu.” Aku
baru ingat kalau Rico itu baru sembuh.
“Tidak, aku tidak mau, lagian bukan
kau saja yang lagi sakit tapi aku juga lagi sakit. Bantu aku bagikan saja”
dengan nada yang agak menggertak aku meminta tolong padanya. Saat ia menemukan
LKS-ku, ia langsung memberikannya padaku dan berkata, “ini punyamu” dan aku refleks
mengatakan terima kasih. Setelah itu ia memberikan semua LKS yang ada
ditangannya padaku.
“Hei di situ ada LKS-ku tidak?”
tanya Rico.
“Hmm.. nggak tahu.” Jawabku. Lalu tiba-tiba
ia langsung mencari LKS-nya ditumpukan LKS di tanganku. Dan itu baru pertama
kalinya aku dekat sekali dengan Rico. Walaupun sebentar lagi aku Ujian Nasional
hubunganku dengannya bertambah baik dan aku tetap menaruh hatiku padanya. Kami
sering membicarakan anime bersama, bercerita
tentang komik apa saja yang sudah pernah kita baca. Tapi aku tetap berfokus
kepada Ujian Nasionalku.
Tiga
hari sebelum Ujian Nasional aku sempat ngobrol dan membicarakan tentang bahasa
jepang dengannya. Ternyata ia juga bisa berbahasa jepang.
Ujian Nasional pun berakhir dengan
lancar. Dan waktunya aku mengatakan perasaanku padanya. Tapi aku belum menemukan
waktu yang tepat sampai aku menemukan kesempatan yang baik.
“Rico nanti ke kebun belakang
sekolah ya.”
“Untuk apa?” tanya Rico, tapi aku
tak menjawabnya.
Setelah pulang sekolah Rico sudah
menungguku di kebun belakan sekolah.
“Ada apa?”
“Rico san…anata no koto ga suki desu.”
“Maksudnya?”
“Kau bisa bahasa jepang ‘kan? Aku
suka padamu, sudah hampir setahun aku menyukaimu. Aku selalu memendam perasaan
ini….”
“Rin, a…”
“Aku tahu ini pasti malu-maluin,
tapi aku menyayangimu, aku selalu menahan rasa sakit di hatiku ketika melihat
kau dengan orang lain, tapi aku senang melihatmu tersenyum bahagia. Aku sangat
bahagia.”
“Rin, aku hargai perasaanmu. Tapi
hatiku sudah kutempatkan kepada orang lain, dia yang membuatku merasa dialah
motivasiku setiap saat, aku selalu ingin bersamanya. Yah, meskipun aku belum
nembak cewek yang kusuk itu. Maaf kalau aku sudah berkata yang membuatmu sakit
hati, tapi jujur aku tidak bisa membalas perasaanmu, aku minta maaf sekali.”
“Tak apa kok, itu ‘kan hakmu untuk
memilih. Makasih ya sudah mau mengizinkanku mengenalmu, mencintaimu,
menyayangimu, dan mendengar pernyataan perasaanku. Walaupun sakit, aku sangat
bahagia bisa menerima jawaban darimu.”
“Rin?”
“Tidak apa-apa kok, aku sudah kuat
menerima jawaban darimu, pergilah. Katakan perasaanmu pada Malisha, sebelum
orang lain yang mengatakannya!”
“Rini bagaimana kau ta...”
“Pergilah!” gertakku yang
membelakangi Rico. Kemudian Rico pun pergi menemui Malisha.
Aku yakin yang aku lakukan adalah
hal yang paling benar, aku tahu rasanya sangat berat menerimanya tapi asal di
bahagia aku pun bahagia. Aku akan selalu mengingatnya. Andai aku bertemu dengan
dewa waktu aku akan memintanya mengulang waktu, aku ingin melihat, mengingat
dan ingin selalu ada disaat-saat aku bersamanya.
Tapi dewa waktu tidak ada. Dan aku
harus menempuh waktu yang ada. Aku tak tahu sesaat lagi, esok, lusa, dan
hari-hari yang akan datang akan terjadi apa. Tapi aku akan mengikuti dan
menerima semua yang akan terjadi di hadapanku walau air mata membasahi pipiku.
Semoga bahagia, Rico.
TAMAT
Rini Rahma F.
TTL : 21 Juli 1998
20 April 2012
TTL : 21 Juli 1998
20 April 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar