THE HEART THIEF
“Eh,
pura-pura menjadi pacarmu?” Rindu Prasetyo nyengir. Ia mengunyah permen
karetnya lalu ditiupnya hingga sebesar kepala burung. Ia menggoyangkan
kepalanya sambil berpikir. Lalu digaruknya kepalanya yang rada gatal.
“Alasannya apa?”
Melly menggigiti bibirnya. “Eh, kau tahu Rifi ‘kan? Kau
juga tahu bahwa ia naksir berat padaku ‘kan?”
Rindu mengangkat alisnya, ia mulai mengerti maksud Melly.
“Agar Rifi tidak mengejarmu lagi?”
Melly mengangguk senang. “Kau boleh minta apa saja,
sebatas kemampuanku. Misalnya dtraktir sushi setiap hari, atau kau mau jaket,
baju, sepatu….” Melly menghitung dengan jari. “Terserah kau, deh, pokoknya!”
“Lho, Mel, aku ‘kan belum bilang setuju.”
“Jadi….” Wajah Melly langsung lesu. “Ya sudah….” Melly
berbalik, namun Rindu menahannya.
“Aku mau kok, menolongmu, Mel. Tadi aku hanya bercanda.”
Melly menatap Rindu dengan mata berbinar. “Benarkah? Aku
senang sekali, Rindu! Nah, apa syaratmu?”
“Aku akan memikirkannya dulu.”
Melly menjabat senang tetangganya itu yang sekaligus
merupakan teman sekelasnya di SMA. “Oke, aku pulang dulu.”
Sudah tiga hari Rindu berpura-pura pacaran dengan Melly
namun Rifi masih mengejar Melly.
“Apa kita kurang mesra, ya?” tanya Melly pada suatu siang
yang cerah tanpa awan mendung. Mereka sedang asyik mengobrol dan bermain di
kamar Rindu. Kamar Rindu mengarah ke halaman belakang. Melly dapat menikmati
pemandangan di belakang rumah Rindu karena rumah Rindu terletak di atas bukit.
Sedangkan rumah Melly di bawah bukit.
Rindu yang sedari tadi membaca majalah Donald Duck sambil tiduran di tempat
tidurnya yang berseprai putih bersih, menengok. “Entahlah, yang kutahu dua
cewek kelas satu yang suka padaku, patah hati. Kemarin dan dua hari yang lalu,
mereka memberi surat cinta padaku. Yah, aku terpaksa menolak mereka.” Rindu
nyengir.
Melly bangkit dari duduknya di kisi jendela lalu
menghampiri sahabatnya sejak SMP itu. Melly duduk di sisi tempat tidur.
“Melly, mau apa?” Rindu menutup majalahnya. Ia tersenyum
kaku. “Apakah kau mau mengajakku bermes….”
Melly memukul wajah Rindu dengan bantal. “Tentu saja
tidak!” Melly menatap Rindu iba. “Maaf, gara-gara aku, kau kehilangan dua cewek
yang ingin menjadi pacarmu….”
“Bukan masalah, masih banyak yang suka padaku.”
Melly mengernyitkan hidungnya. “Pede sekali, kau! Aku pulang
dulu, sampai besok!” Melly melompat keluar dari jendela kamar Rindu dan berlari
menuruni bukit.
***
Rindu
meremas-remas surat di tangannya. Oke,
Rifi menantangku untuk berkelahi dengannya. Boleh saja! Rindu melempar
surat dari Rifi ke tempat sampah yang berjarak 2 meter dari tempatnya berdiri.
“Surat dari siapa?” tanya Melly yang baru dari kantin.
“Ah, hanya surat iseng.”
“Surat iseng bagaimana?”
Untunglah bel masuk telah berbunyi sehingga Rindu tidak
perlu repot menjawab pertanyaan Melly.
Usai sekolah Melly mengajaknya untuk pulang bareng, tapi
Rindu menolaknya. Ia mengatakan bahwa ia harus ikut rapat OSIS. Melly
mengangkat bahu sambil tersenyum. “Jangan lama-lama, nanti sore aku ke rumahmu,
ya!”
Rindu mengangguk. Ia cepat-cepat pergi ke halaman belakang
sekolah setelah semua siswa pulang. Di halaman belakang sepi karena sudah pukul
setengah tiga, waktu bagi siswa untuk kembali ke rumah mereka masing-masing.
Rindu melihat Rifi sudah menunggunya di tempat itu. Rifi bersandar pada batang
pohon mangga, kaki kanannya disilangkan dan tangannya dilipat di depan dada.
“Kau benar-benar memuakkan, Rindu!”
Rindu meletakkan tasnya di tanah berumput yang dipangkas
rapi. Rindu menatap Rifi tajam. “Kenapa? Apa salahku? Karena aku berpacaran
dengan Melly?”
“Tentu saja!” Kini Rifi berdiri tegak. Ia maju menghadapi
Rindu dan menarik kerah kemeja Rindu. “Kau dan semua siswa di sekolah ini tahu
kalau aku sudah lama naksir Melly! Lalu tiba-tiba saja kau merebut Melly!”
Rindu tertawa. “Kau bisa lihat ‘kan kalau Melly telah
memilihku.”
“Kurang ajar!” Rifi memukul Rindu tetapi Rindu dapat
menangkisnya.
“Kau harus mengakui kekalahanmu! Melly kini milikku.
Jelas-jelas ia tidak memilihmu untuk menjadi pacarnya, Rif. Sebaiknya kau
menyerah saja….”
Rifi kembali memukulnya. Rindu lengah dan ia jatuh ke
belakang. Ketika Rifi akan menginjaknya, Rindu menjegal kaki Rifi sehingga Rifi
terjerembab. Rindu bangun dan ia pasang kuda-kuda. Rifi ikut bangun. Ia
mengusap celana seragamnya. “Kaukira aku sendirian, heh?” Rifi tersenyum licik.
“Doni, Alfred, Bun, keluar kalian!” Rifi menepuk tangannya lalu muncullah
ketiga temannya itu yang bertampang sangar dari lahir. Doni bertubuh pendek dan
kurus, sedangkan Alfred dan Bun bertubuh tinggi kekar. “Serang!”
Tanpa dua kali diperintah, ketiga teman Rifi langsung maju
untuk menyerang Rindu. Rindu berusaha menghindar dan membalas semua serangan
mereka. Peluh mulai membasahi tubuh Rindu dan napasnya mulai tersengal.
Sial, ini gara-gara
aku terlalu sombong dan banyak bicara! Tapi apa boleh buat, aku tidak boleh
menyerah! Aku tidak mau memberikan Melly pada Rifi yang sok jago! makinya
dalam hati. Dengan jurus karate yang dipelajarinya sejak SD, Rindu terus
melawan mereka. Rindu membanting Doni ke tanah, lalu berturut-turut Alfred dan
Bun.
Rifi membelalak. “Hei, kalian, ayo bangun! Kita pergi!”
Rifi menunjuk Rindu. “Awas kau, lain kali kau akan kalah!” Lalu ia dan
teman-temannya melarikan diri.
Rindu berlutut, napasnya tersengal. Ia memegang lengannya
yang bengkak akibat pukulan Bun si tangan besar. Rindu mengambil tasnya lalu
berjalan ke tempat parkir untuk mengambil motornya. Rindu mendengus kesal dan
memukul jok motor. Ban motornya bocor. Sial,
Rifi benar-benar licik!
***
“Sejak
masuk SMA, baru kali ini kau berkelahi lagi. Kakak masih ingat, perkelahianmu
yang pertama di SMP. Dulu kau berkelahi untuk menolong Melly yang digoda anak
cowok dari SMP tetangga. Sekarang juga karena Melly ‘kan?” Ella, kakaknya yang
kini kuliah jurusan Sastra Jepang semester tiga, tengah mengobati luka di
wajah, lengan, dan kaki Rindu.
Rindu mengangguk mengiyakan.
“Kau naksir Melly ‘kan?” Ella nyengir.
“Sembarangan. Aku tidak naksir Melly. Melly itu tetangga,
teman, sekaligus sahabatku. Wajar kalau aku menolongnya ‘kan? Melly itu lemah
dan ia membutuhkan bantuanku.”
“Nah, selesai!” Ella memukul luka di tangan Rindu sehingga
Rindu meringis dan mengumpat. “Sok pahlawan!”
Rindu melempar bantal pada kakaknya, namun hanya mengenai
pintu karena Ella keburu kabur keluar kamar sambil membawa kotak P3K. Rindu
jengkel. Ia membuka majalah musik namun pikirannya tidak di situ. Ia ingat
kejadian di sekolah tadi dan wajahnya tiba-tiba memerah. Apa yang kupikirkan saat berkelahi dengan Rifi cs? Bahwa aku takkan menyerahkan Melly
pada Rifi? Konyol sekali aku!
“Hai, Rindu!” Melly membuka pintu kamar Rindu. Ia membawa
plastik putih yang berisi jeruk manis.
“Hai….” Rindu merasa dirinya tidak waras karena jantungnya
tiba-tiba berdebar saat melihat Melly. “Tumben bawa jeruk?”
Melly tampak sedih. Ia meletakkan plastik jeruk di meja di
samping tempat tidur Rindu, lalu ia duduk di sisi tempat tidur. Rindu melihat
airmata di sudut mata Melly.
“Melly? Kenapa menangis?”
“Sebaiknya kita tidak usah berpura-pura pacaran lagi,
Rindu….”
“Eh? Kenapa?”
“Aku akan menerima Rifi. Aku tahu dari Rizal, kau
berkelahi dengan Rifi cs. Luka-lukamu….” Melly meraba balutan di lengan Rindu.
Jadi Rizal melihat
kami! Dasar, kenapa tidak menolongku? gerutu Rindu dalam hati. “Apa kau
serius akan menerima Rifi?” Rindu merasa bersalah. Ada perasaan tidak rela di
hatinya.
“Aku akan mencoba.”
Rindu memegang tangan Melly dan menatap matanya. “Mencoba
apa? Mel, aku tidak apa-apa babak belur. Aku akan tahan, Mel, untuk
melindungimu.”
“Tapi kau tidak mencintaiku!” Melly terisak. “Sudahlah,
aku mau pulang.”
Rindu tetap memegangi tangan Melly. Ia menarik Melly ke
dalam pelukannya. “Aku mencintaimu, Mel!” Rindu kaget akan ucapannya sendiri.
Tapi saat ini ia benar-benar sadar. Ia mencintai Melly dan tak ingin
memberikannya pada siapa pun!
“Kau bohong! Sejak kapan kau mencintaiku? Mengucapkannya
saja kau belum pernah! Padahal aku telah mencintaimu sejak SMP! Apakah kau
tidak sadar, aku lebih memilihmu dari semua teman cowokku untuk berpura-pura
menjadi pacarku! Aku….”
“Ssstt, Mel, tenanglah.” Rindu mengusap-usap rambutnya.
“Aku baru sadar akan perasaanku, Mel. Maafkan aku….” Rindu mengangkat dagu
Melly. “Aku baru sadar bahwa selama ini ternyata kau telah mencuri hatiku.
Pantas saja aku merasa malas berpacaran dengan cewek manapun….” Rindu
tersenyum. “Kita akan tetap berpacaran. Dan soal Rifi, biar kuhadapi, kau cukup
memikirkan aku saja.”
“Aku mengerti….”
Melly memejamkan matanya. Jantung Rindu berdebar semakin kencang saat ia akan
mengecup pipi gadis itu. Namun Ella keburu datang mengganggunya, membuat Rindu
dan Melly salah tingkah.
TAMAT
CODET
25 Maret 2002
Tidak ada komentar:
Posting Komentar