Kamis, 31 Mei 2012

Cerpen Remaja The Heart Thief

THE HEART THIEF
“Eh, pura-pura menjadi pacarmu?” Rindu Prasetyo nyengir. Ia mengunyah permen karetnya lalu ditiupnya hingga sebesar kepala burung. Ia menggoyangkan kepalanya sambil berpikir. Lalu digaruknya kepalanya yang rada gatal. “Alasannya apa?”
Melly menggigiti bibirnya. “Eh, kau tahu Rifi ‘kan? Kau juga tahu bahwa ia naksir berat padaku ‘kan?”
Rindu mengangkat alisnya, ia mulai mengerti maksud Melly. “Agar Rifi tidak mengejarmu lagi?”
Melly mengangguk senang. “Kau boleh minta apa saja, sebatas kemampuanku. Misalnya dtraktir sushi setiap hari, atau kau mau jaket, baju, sepatu….” Melly menghitung dengan jari. “Terserah kau, deh, pokoknya!”
“Lho, Mel, aku ‘kan belum bilang setuju.”
“Jadi….” Wajah Melly langsung lesu. “Ya sudah….” Melly berbalik, namun Rindu menahannya.
“Aku mau kok, menolongmu, Mel. Tadi aku hanya bercanda.”
Melly menatap Rindu dengan mata berbinar. “Benarkah? Aku senang sekali, Rindu! Nah, apa syaratmu?”
“Aku akan memikirkannya dulu.”
Melly menjabat senang tetangganya itu yang sekaligus merupakan teman sekelasnya di SMA. “Oke, aku pulang dulu.”
Sudah tiga hari Rindu berpura-pura pacaran dengan Melly namun Rifi masih mengejar Melly.
“Apa kita kurang mesra, ya?” tanya Melly pada suatu siang yang cerah tanpa awan mendung. Mereka sedang asyik mengobrol dan bermain di kamar Rindu. Kamar Rindu mengarah ke halaman belakang. Melly dapat menikmati pemandangan di belakang rumah Rindu karena rumah Rindu terletak di atas bukit. Sedangkan rumah Melly di bawah bukit.
Rindu yang sedari tadi membaca majalah Donald Duck sambil tiduran di tempat tidurnya yang berseprai putih bersih, menengok. “Entahlah, yang kutahu dua cewek kelas satu yang suka padaku, patah hati. Kemarin dan dua hari yang lalu, mereka memberi surat cinta padaku. Yah, aku terpaksa menolak mereka.” Rindu nyengir.
Melly bangkit dari duduknya di kisi jendela lalu menghampiri sahabatnya sejak SMP itu. Melly duduk di sisi tempat tidur.
“Melly, mau apa?” Rindu menutup majalahnya. Ia tersenyum kaku. “Apakah kau mau mengajakku bermes….”
Melly memukul wajah Rindu dengan bantal. “Tentu saja tidak!” Melly menatap Rindu iba. “Maaf, gara-gara aku, kau kehilangan dua cewek yang ingin menjadi pacarmu….”
“Bukan masalah, masih banyak yang suka padaku.”
Melly mengernyitkan hidungnya. “Pede sekali, kau! Aku pulang dulu, sampai besok!” Melly melompat keluar dari jendela kamar Rindu dan berlari menuruni bukit.
***
Rindu meremas-remas surat di tangannya. Oke, Rifi menantangku untuk berkelahi dengannya. Boleh saja! Rindu melempar surat dari Rifi ke tempat sampah yang berjarak 2 meter dari tempatnya berdiri.
“Surat dari siapa?” tanya Melly yang baru dari kantin.
“Ah, hanya surat iseng.”
“Surat iseng bagaimana?”
Untunglah bel masuk telah berbunyi sehingga Rindu tidak perlu repot menjawab pertanyaan Melly.
Usai sekolah Melly mengajaknya untuk pulang bareng, tapi Rindu menolaknya. Ia mengatakan bahwa ia harus ikut rapat OSIS. Melly mengangkat bahu sambil tersenyum. “Jangan lama-lama, nanti sore aku ke rumahmu, ya!”
Rindu mengangguk. Ia cepat-cepat pergi ke halaman belakang sekolah setelah semua siswa pulang. Di halaman belakang sepi karena sudah pukul setengah tiga, waktu bagi siswa untuk kembali ke rumah mereka masing-masing. Rindu melihat Rifi sudah menunggunya di tempat itu. Rifi bersandar pada batang pohon mangga, kaki kanannya disilangkan dan tangannya dilipat di depan dada.
“Kau benar-benar memuakkan, Rindu!”
Rindu meletakkan tasnya di tanah berumput yang dipangkas rapi. Rindu menatap Rifi tajam. “Kenapa? Apa salahku? Karena aku berpacaran dengan Melly?”
“Tentu saja!” Kini Rifi berdiri tegak. Ia maju menghadapi Rindu dan menarik kerah kemeja Rindu. “Kau dan semua siswa di sekolah ini tahu kalau aku sudah lama naksir Melly! Lalu tiba-tiba saja kau merebut Melly!”
Rindu tertawa. “Kau bisa lihat ‘kan kalau Melly telah memilihku.”
“Kurang ajar!” Rifi memukul Rindu tetapi Rindu dapat menangkisnya.
“Kau harus mengakui kekalahanmu! Melly kini milikku. Jelas-jelas ia tidak memilihmu untuk menjadi pacarnya, Rif. Sebaiknya kau menyerah saja….”
Rifi kembali memukulnya. Rindu lengah dan ia jatuh ke belakang. Ketika Rifi akan menginjaknya, Rindu menjegal kaki Rifi sehingga Rifi terjerembab. Rindu bangun dan ia pasang kuda-kuda. Rifi ikut bangun. Ia mengusap celana seragamnya. “Kaukira aku sendirian, heh?” Rifi tersenyum licik. “Doni, Alfred, Bun, keluar kalian!” Rifi menepuk tangannya lalu muncullah ketiga temannya itu yang bertampang sangar dari lahir. Doni bertubuh pendek dan kurus, sedangkan Alfred dan Bun bertubuh tinggi kekar. “Serang!”
Tanpa dua kali diperintah, ketiga teman Rifi langsung maju untuk menyerang Rindu. Rindu berusaha menghindar dan membalas semua serangan mereka. Peluh mulai membasahi tubuh Rindu dan napasnya mulai tersengal.
Sial, ini gara-gara aku terlalu sombong dan banyak bicara! Tapi apa boleh buat, aku tidak boleh menyerah! Aku tidak mau memberikan Melly pada Rifi yang sok jago! makinya dalam hati. Dengan jurus karate yang dipelajarinya sejak SD, Rindu terus melawan mereka. Rindu membanting Doni ke tanah, lalu berturut-turut Alfred dan Bun.
Rifi membelalak. “Hei, kalian, ayo bangun! Kita pergi!” Rifi menunjuk Rindu. “Awas kau, lain kali kau akan kalah!” Lalu ia dan teman-temannya melarikan diri.
Rindu berlutut, napasnya tersengal. Ia memegang lengannya yang bengkak akibat pukulan Bun si tangan besar. Rindu mengambil tasnya lalu berjalan ke tempat parkir untuk mengambil motornya. Rindu mendengus kesal dan memukul jok motor. Ban motornya bocor. Sial, Rifi benar-benar licik!
***
“Sejak masuk SMA, baru kali ini kau berkelahi lagi. Kakak masih ingat, perkelahianmu yang pertama di SMP. Dulu kau berkelahi untuk menolong Melly yang digoda anak cowok dari SMP tetangga. Sekarang juga karena Melly ‘kan?” Ella, kakaknya yang kini kuliah jurusan Sastra Jepang semester tiga, tengah mengobati luka di wajah, lengan, dan kaki Rindu.
Rindu mengangguk mengiyakan.
“Kau naksir Melly ‘kan?” Ella nyengir.
“Sembarangan. Aku tidak naksir Melly. Melly itu tetangga, teman, sekaligus sahabatku. Wajar kalau aku menolongnya ‘kan? Melly itu lemah dan ia membutuhkan bantuanku.”
“Nah, selesai!” Ella memukul luka di tangan Rindu sehingga Rindu meringis dan mengumpat. “Sok pahlawan!”
Rindu melempar bantal pada kakaknya, namun hanya mengenai pintu karena Ella keburu kabur keluar kamar sambil membawa kotak P3K. Rindu jengkel. Ia membuka majalah musik namun pikirannya tidak di situ. Ia ingat kejadian di sekolah tadi dan wajahnya tiba-tiba memerah. Apa yang kupikirkan saat berkelahi dengan  Rifi cs? Bahwa aku takkan menyerahkan Melly pada Rifi? Konyol sekali aku!
“Hai, Rindu!” Melly membuka pintu kamar Rindu. Ia membawa plastik putih yang berisi jeruk manis.
“Hai….” Rindu merasa dirinya tidak waras karena jantungnya tiba-tiba berdebar saat melihat Melly. “Tumben bawa jeruk?”
Melly tampak sedih. Ia meletakkan plastik jeruk di meja di samping tempat tidur Rindu, lalu ia duduk di sisi tempat tidur. Rindu melihat airmata di sudut mata Melly.
“Melly? Kenapa menangis?”
“Sebaiknya kita tidak usah berpura-pura pacaran lagi, Rindu….”
“Eh? Kenapa?”
“Aku akan menerima Rifi. Aku tahu dari Rizal, kau berkelahi dengan Rifi cs. Luka-lukamu….” Melly meraba balutan di lengan Rindu.
Jadi Rizal melihat kami! Dasar, kenapa tidak menolongku? gerutu Rindu dalam hati. “Apa kau serius akan menerima Rifi?” Rindu merasa bersalah. Ada perasaan tidak rela di hatinya.
“Aku akan mencoba.”
Rindu memegang tangan Melly dan menatap matanya. “Mencoba apa? Mel, aku tidak apa-apa babak belur. Aku akan tahan, Mel, untuk melindungimu.”
“Tapi kau tidak mencintaiku!” Melly terisak. “Sudahlah, aku mau pulang.”
Rindu tetap memegangi tangan Melly. Ia menarik Melly ke dalam pelukannya. “Aku mencintaimu, Mel!” Rindu kaget akan ucapannya sendiri. Tapi saat ini ia benar-benar sadar. Ia mencintai Melly dan tak ingin memberikannya pada siapa pun!
“Kau bohong! Sejak kapan kau mencintaiku? Mengucapkannya saja kau belum pernah! Padahal aku telah mencintaimu sejak SMP! Apakah kau tidak sadar, aku lebih memilihmu dari semua teman cowokku untuk berpura-pura menjadi pacarku! Aku….”
“Ssstt, Mel, tenanglah.” Rindu mengusap-usap rambutnya. “Aku baru sadar akan perasaanku, Mel. Maafkan aku….” Rindu mengangkat dagu Melly. “Aku baru sadar bahwa selama ini ternyata kau telah mencuri hatiku. Pantas saja aku merasa malas berpacaran dengan cewek manapun….” Rindu tersenyum. “Kita akan tetap berpacaran. Dan soal Rifi, biar kuhadapi, kau cukup memikirkan aku saja.”
 “Aku mengerti….” Melly memejamkan matanya. Jantung Rindu berdebar semakin kencang saat ia akan mengecup pipi gadis itu. Namun Ella keburu datang mengganggunya, membuat Rindu dan Melly salah tingkah.
TAMAT
CODET
25 Maret 2002

Tidak ada komentar:

Posting Komentar