FORTUNE
Raja bangkit
lalu membersihkan kaos serta jeans-nya
yang kotor oleh rumput dan tanah. Ia menatap gadis di hadapannya dengan tatapan
dingin. “Dasar barbar.”
Gadis itu tersenyum sinis dan
membalas tatapan Raja. “Aku memang barbar. Sebab aku bukan orang kota
sepertimu.”
“Audy, jaga mulutmu!” Wanita
setengah baya tiba-tiba sudah berdiri di hadapan mereka berdua. Wajahnya mirip
Audy, gadis yang tadi dengan sengaja menabrak Raja. Meskipun sudah setengah
baya dan sedikit gemuk,
wanita di hadapannya ini tetap cantik. Wajahnya menunjukkan keramahan.
“Oh, maaf, Anda tentunya bermaksud untuk berlibur di desa ini, bukan?”
“Eh, ya.” Raja mengambil tas ranselnya dari tanah.
“Maafkan putriku. Hari sudah sore,
sebaiknya Anda ke tempat kami saja,” tawarnya ramah. “Kami menyewakan losmen.”
Meskipun Raja tidak senang dengan
putrinya yang kira-kira masih berusia 15 tahun-an, Raja menerima tawaran wanita
setengah baya itu. Karena hari sudah sore dan kelihatannya wanita pemilik
losmen ini ramah. Malamnya Raja disediakan makanan khas di desa itu. Rasanya
lezat, cocok dengan lidah Raja. Dan ia menambah nasi serta lauknya.
Pak Toto merupakan kepala keluarga
yang ramah, serasi dengan istrinya, Bu Amalia. Namun Raja heran karena anak
mereka, Audy, tidak punya adat dan sopan santun. Kekanakan pula. Apa ia anak pungut? Tapi Raja tidak
terlalu memedulikannya. Ia ke sini untuk
berlibur, bukan untuk diganggu. Raja
sudah lelah bekerja di
kantornya di kota dan ia ingin beristirahat sejenak di desa ini. Tom, teman kantornya, mengatakan
bahwa desa ini merupakan tempat yang nyaman untuk berlibur. Karena selain
suasana dan penduduknya ramah, pemandangannya pun indah serta udaranya sejuk.
Raja memandangi pemandangan di balik
tirai putih yang menutupi bingkai jendela yang juga berwarna putih. Dan ketika
ia sedang menatap keindahan langit malam yang dipenuhi berjuta bintang, Raja melihat seseorang
yang sedang berdiri tidak jauh dari kamarnya.
Gadis itu sedang memandangi langit,
kedua tangannya disimpan di balik punggungnya. Rambut gadis itu yang lurus, panjang, dan hitam nampak kemilau tertimpa
cahaya bulan yang keperakan. Gaun tidur putihnya panjang sampai mata kaki. Gadis itu
bertelanjang kaki.
Raja merasa heran sendiri karena ia
tertarik untuk menyapa gadis itu. Tak terasa ia sudah melompati jendela
kamarnya dan berjalan perlahan ke arah gadis itu. Raja sangat penasaran. “Hai.”
Raja menyapa gadis itu setelah ia tepat berada di sampingnya. Saat gadis itu
menoleh, Raja sangat terkejut. “Audy?”
“Mau apa kau?” Audy terkejut. Ia
mundur selangkah. Kakinya terantuk batu dan hampir jatuh. Raja menangkap Audy,
namun Audy berusaha melepaskan diri dan berteriak. “Lepaskan aku!”
Raja segera melepaskan Audy. Apa-apaan, sih, gadis ini? Sudah ditolong
malah marah-marah! Tidak tahu berterima kasih! Raja menatap dingin, lalu
segera berbalik menjauh. “Sudah malam, sebaiknya kau tidur, anak kecil.”
“Brengsek, aku bukan anak kecil!”
maki Audy.
Sebenarnya Raja ingin membalas, tapi
Raja malas. Lagipula sangat tidak dewasa
meladeni anak yang masih berusia 15 tahun, pikir Raja.
***
Pagi-pagi
sekali Raja terbangun karena ia merasa terganggu dengan suara bising di luar
kamar losmennya. Dengan masih mengantuk Raja melangkah ke jendela, menyibakkan tirai dan
membuka jendelanya lebar-lebar. Ia terkejut mendapati Audy sedang menendang-tendang dan
memukul-pukul pohon pinus di halaman losmen.
Sesaat Raja terpana melihatnya.
Seperti semalam, enatah kenapa, pagi ini Audy terlihat menarik di mata Raja. Dengan
kaos putih tanpa lengan dan celana pendek hitam, disertai semangat dan peluh
yang bercucuran, Audy terlihat seksi di matanya.
Setelah mandi, Raja menghampiri
Audy. Kali ini Raja melewati pintu depan, tidak melompati jendela seperti semalam. “Sedang
latihan bela diri?”
Audy hanya melirik sekilas, tidak menghiraukan Raja. Ia tetap memukul dan
menendang pohon, tanpa mengenakan pelindung tangan dan kaki. Rambutnya yang lurus, hitam, dan panjang
diikat ekor kuda.
“Kau sombong sekali, anak kecil.”
Audy menghentikan latihannya. Ia
memegang pohon, lalu ia menatap Raja dengan sinis. “Aku bukan anak kecil.
Usiaku sudah 17 tahun. Dan aku latihan bela diri untuk berlindung dari
orang-orang jahat dari kota sepertimu.”
Raja menyipitkan matanya. “Dari
kemarin kau selalu menyebut-sebut ‘orang kota’. Ada masalah apa dengan orang kota?”
Audy tersenyum sinis. “Kau tanya
saja orang tuaku.” Audy melewatinya dan berlari masuk ke losmen, meninggalkan
Raja yang keheranan.
Siang itu Raja jalan-jalan ke bukit pinus. Tempat itu
benar-benar nyaman dan sejuk. Pemandangannya pun indah, ditambah air sungai
yang dingin mengalir. Sambil menikmati keindahan alam, Raja teringat kata-kata
Pak Toto, “Sahabat Audy ditipu pria yang datang dari
kota. Setelah menghamili, pria itu tidak mau bertanggung jawab dan kabur ke
kotanya. Audy sangat membenci pria itu.”
Raja tiduran di atas rerumputan hijau yang selembut beledu. “Jadi begitu…”
Tiba-tiba seseorang menginjak
kakinya. Raja dan orang itu sama-sama mengaduh. Raja melihat Audy membersihkan
bagian depan kaos putihnya yang bergambar Felix. Raja jadi ingin balas dendam.
Raja menatap Audy tajam.
“Kenapa kau selalu
menggangguku? Sudah dua
kali kau menabrakku.”
Sambil masih terduduk, Audy mundur
ke belakang. Ia menatap curiga dan sedikit takut. “Mau apa, kau?”
Raja bangkit dan mendekati Audy. Ia
tertawa sinis dan mengejek. “Kaupikir apa, gadis barbar? Tentu saja melakukan
kejahatan. Ayo, keluarkan jurusmu!” Raja segera mendorong Audy sebelum Audy
sempat melakukan gerakan apa pun. Audy berusaha melawan Raja, tetapi Raja tidak
membiarkannya. Ia memegang kedua tangan Audy dengan kuat. Audy terlihat
ketakutan dan hampir menangis. Dan entah kenapa, Raja merasa menyesal telah
menakut-takuti Audy. Raja segera melepaskan pegangannya. “Maaf, aku hanya
bercanda…” Suara Raja tenggelam akibat tamparan Audy. Tamparannya benar-benar
keras dan perih.
“Bercanda apa? Kau brengsek!” Audy
segera bangkit, namun Raja segera menarik dan memeluknya, sehingga dada Raja
dapat merasakan bahu dan punggung Audy yang mungil dan lembut. “Lepaskan aku!”
“Tenang, Audy. Aku bukan orang
jahat. Kenapa tadi kau menginjak kakiku?”
Audy diam saja. Namun setelah
digertak akan dicium, Audy segera menjawab dengan terbata. “Aku membuntutimu,
ingin tahu apa yang akan kaulakukan. Aku kehilangan jejakmu. Ketika akan
mencarimu lagi, aku terantuk kakimu…” Audy kini terisak.
“Audy, aku tidak sama dengan pria
yang telah menghamili
sahabatmu. Lagipula aku tak berminat pada anak kecil sepertimu.” Raja
membalikkan tubuh Audy sehingga mereka berhadapan dan Raja dapat menatap mata
Audy. “Aku bisa menjamin kata-kataku.”
Audy melepaskan diri. Ia menunduk
memandang rumput yang hijau segar di bawahnya. “Mira jatuh cinta pada Gray, pria kota yang tampan. Saat itu usia Mira 16 tahun dan
Gray 19 tahun. Mira sangat tergila-gila pada Gray.”
Raja dapat melihat mata Audy yang dipenuhi amarah
dan kebencian. Dan wajahnya merona
merah. “Mira betul-betul bodoh.” Suara Audy bergetar. “Mira melahirkan anak
pria itu, anak yang lucu dan tak berdosa… Aku benci pria itu!”
Raja mengelus rambut Audy. “Aku bisa
meminjamkan bahuku…” Raja mengira Audy akan memukulnya. Karena itu ia sangat terkejut saat Audy
menangis dan menghambur ke pelukannya. Dengan ragu Raja memeluknya. Akhirnya ia
mengetahui alasan
kenapa Audy bersikap buruk padanya. Raja merasa malu karena telah menghina dan
meremehkan Audy.
Hari telah sore saat Raja dan Audy
menuruni bukit.
Audy membungkuk mengucapkan maaf dan
terima kasih. “Kuharap kau berbeda dengan Gray.” Lalu Audy berlari mendahului
menuju losmen.
Raja hanya tersenyum menatap punggung mungil Audy.
***
Keesokan
harinya Raja meminta Audy untuk menemaninya berjalan-jalan mengelilingi desa. Mulanya Audy
menolak, namun Raja mengatakan bahwa menemani tamu berjalan-jalan di desa ini seharusnya merupakan
servis losmen. Akhirnya Audy bersedia walaupun masih terlihat enggan. Tapi Raja
cuek saja. Hitung-hitung balas dendam,
Raja tersenyum sendiri. “Aku betah di sini, pemandangannya indah.”
Audy tidak berkomentar. “Hei,
sepertinya orang-orang memperhatikan kita?” celetuknya tiba-tiba.
Arbian, teman sekelas Audy bersiul.
“Wah, Audy, kau berpacaran dengan Oom yang gagah dan ganteng, yaaa!”
Audy merasa wajahnya terasa hangat.
“Arbian, hentikan omong kosong itu!” Audy hendak memukul Arbian, namun
tiba-tiba ia melihat Mira.
Mira sedang menggendong putranya yang baru
berusia satu tahun. Mira melihat Audy dan melambaikan tangan dengan senyum.
Audy mengajak Raja menghampiri Mira
dan Gray junior─sejujurnya
Audy tidak setuju Mira menamai putranya dengan nama ayahnya yang brengsek.
“Namaku Raja. Aku menginap di losmen Hijau.” Raja
menyalami gadis berusia 17 tahun itu dengan ramah. Mira tampak keibuan, tidak seperti Audy. Padahal mereka sumur, pikir
Raja sambil melirik Audy. “Putramu sangat tampan.”
Mira tersenyum. “Semua orang bilang
begitu. Terima kasih. Gray, ucapkan salam pada Oom Raja.”
***
Dalam
perjalanan menuju pasar beberapa
saat kemudian, Raja menegurnya. “Mira tidak terlihat membenci Gray.
Malah, sepertinya sangat mencintainya.”
Audy menatap lurus ke jalan. “Sudah
kukatakan, Mira itu bodoh dan sangat tergila-gila pada Gray. Sahabatku itu cinta buta
kepada Gray! Mira tidak membenci Gray, tapi aku yang membenci Gray.”
Raja menatap Audy heran. Apakah dulu Audy mencintai Gray? Tiba-tiba perasaan asing menyelinap masuk.
Dadanya berdebar-debar
dengan cepat. Apa aku cemburu pada Gray?
“Kenapa kau tertawa sendiri? O ya, jangan
dekat-dekat, nanti orang menyangka kita pacaran.” Audy menjauh.
“Tidak mungkin. Paling-paling orang
menyangka kalau kau ini kekasih gelapku. Soalnya usia kita kan berbeda 9 tahun.
Itu terlihat sekali…” Raja tersenyum puas. Ia merangkul Audy namun Audy
menepisnya. “Jangan menolak, atau kau mau kucium?”
***
Audy merasa
akhir-akhir ini ia aneh. Ia selalu berdebar jika bertemu atau berada di dekat
Raja. Dan itu telah berlangsung selama tiga hari.
“Audy, buatkan air panas ya untuk
mandi. Sore ini lebih dingin
dari biasanya,” ujar Raja tersenyum pada Audy.
Audy membuatkan air panas sambil
melamun. Jantungnya
berdegup dengan kencang mengingat senyum Raja tadi. Kenapa aku harus memikirkan pria yang tidak memikirkan aku? Ya benar, percuma saja…
***
“Halo, hei,
Tom!” Raja menguap. Ia
terbangun dari tidur nyenyaknya karena telepon dari teman kantornya itu.
“Ada apa?” Raja bangkit dari tempat tidur. Ia berjalan ke jendela dan
membukanya. Tumben Audy tidak latihan.
Apakah ia sudah bosan latihan?
“Bagaimana liburannya?”
“Sangat menyenangkan.” Raja tertawa. Ia membayangkan wajah tersenyum Audy,
dan itu membuatnya terkejut. Kenapa aku tiba-tiba memikirkan
gadis itu? “Pemandangannya indah dan udaranya sejuk, tepat seperti katamu.”
Tom tertawa. “Namanya juga desa di kaki gunung. Eh, bagaimana dengan
gadis-gadisnya?”
Raja berdehem, “Biasa saja.”
“Raja, kalau mau mandi pagi dengan air panas, akan kubuatkan…” Ketika
Audy masuk ke kamar Raja, ia langsung membalikkan tubuhnya. Ia terkejut dan malu karena
Raja hanya mengenakan celana panjang.
Raja tersenyum geli.
“Tom, sudah dulu,
ya.” Raja mematikan handphone-nya. “Ah… pagi ini aku akan
mandi dengan air dingin saja, terima kasih.”
***
“Oh, jadi
Anda tinggal 2 hari lagi di sini?”
Audy mendengar ayahnya berbicara
dengan Raja di teras losmen. Jadi Raja
tinggal dua hari lagi di sini? Entah kenapa Audy merasa tidak senang mendengar kabar ini. Kenapa waktu berlalu dengan cepat?
pikirnya.
Audy merasa heran pada dirinya
sendiri karena siang ini
ia menawarkan diri untuk menemani Raja berjalan-jalan.
“Tumben.”
“Aku hanya ingin berbaik hati.” Audy
menemani Raja ke pasar untuk mencari oleh-oleh.
Raja merasa senang dapat berbaikan
dengan Audy. Audy berbeda dengan
teman-teman kantorku yang selalu mementingkan penampilan, kekayaan, dan pria
tampan, pikirnya senang. “Kau cantik.”
Audy berusaha keras untuk menenangkan debar
jantungnya. “Aku memang anak kecil yang cantik.” Audy tersenyum dibuat-buat.
Raja diam saja, ia hanya tersenyum
menatap Audy.
***
Keesokannya
sebelum Raja pulang, ia meminta
Audy untuk menemaninya berjalan-jalan ke bukit pinus dan Audy menyanggupi.
Sesampainya di bukit pinus, Raja menyuruh Audy bergaya untuk difoto. “Untuk
kenang-kenangan.” Raja terkejut
demi melihat mata Audy yang berkaca-kaca. “Kau kenapa, Audy?”
“Aku tidak mau jika hanya akan menjadi kenangan
bagimu!” Tiba-tiba Audy memeluk Raja, membuatnya terkejut. “Aku suka Raja!”
Raja sangat terkejut. Dengan jantung yang berdebar
kencang ia tersenyum dan merengkuh Audy ke dalam pelukannya. Selama beberapa menit tidak
ada yang berbicara, hanya angin membelai tubuh mereka. Dengan berani Raja membelai bahu dan
rambut panjang Audy
dengan mesra dan sayang. Lalu ia melepaskan pelukannya. Kedua tangan kuatnya
merangkum wajah putih Audy
yang kini bersemu
merah. Ia menatap bibir Audy yang merah dan lembab. Perlahan ia mendekatkan wajahnya pada wajah
gadis itu, lalu mengecup bibir gadis itu. “Aku juga… suka padamu, anak
kecil. Aku… mencintaimu. Itu sebabnya aku meminta fotomu untuk
kenang-kenangan.”
Audy menatap Raja dengan senyum sendu. Ia
menggeleng lembut. “Aku tidak mau kau berbohong, Raja. Kau sudah punya pacar di kota kan?
Aku tidak mengharapkanmu untuk membalas perasaanku...”
Raja memegang bahu Audy. “Dengar,
Audy. Aku tidak bercanda. Apa yang harus kulakukan agar kaupercaya? Aku… belum
pernah jatuh cinta sebelumnya! Selama ini aku selalu sibuk bekerja…”
“Aku juga… bagiku kau… adalah cinta pertamaku.” Audy menatap Raja senang dengan pipi merona.
Raja berdeham. “Bukankah kau dulu… suka… pada Gray?”
“Gray? Kenapa kau berpikir begitu?
Aku kan tadi bilang…
bahwa kau… adalah cinta pertamaku...”
“Begitukah? Syukurlah.” Raja memeluk
Audy dengan gembira. “Tahun depan aku akan ke sini lagi, untuk melamarmu…”
Wajah Audy merah padam. Matanya berbinar senang. “Kau
pernah bilang bahwa kau tak berminat
pada anak kecil sepertiku.”
Raja menyeringai. “Yah, tahun depan kau sudah 18
tahun kan... sudah siap untuk menikah.”
Wajah Audy merah padam. Ia tersenyum
senang. Mereka berpandangan, lalu berjalan bergandengan menuruni bukit sambil
menikmati pemandangan yang terlihat lebih indah dibandingkan sebelumnya.
TAMAT
CODÉT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar