Tempat & tgl pembuatan : Pekayon, 3 Juli
2009
DO I LOVE THAT FAT GIRL?
“Jak, Jak, bangun Jak, ada
tetangga baru!”
“Berisik, ah, baru juga tidur sepuluh menit!”
“Tetangga baru, Jak, lihat, lagi pindahan!”
Kesal karena Kamal berisik, akhirnya Jaka bangun. Ia
menggosok matanya. Lalu ia mengikuti Kamal mengintip tetangga baru mereka
melalui jendela bertirai biru laut. Terlihat para pria berseragam dan bertopi
sedang megangkut perabot rumah tangga dari truk ke rumah sebelah mereka.
Kemudian mereka melihat tetangga baru mereka, wanita berpostur tinggi dan
gemuk. Kamal menaksir usia wanita itu sekitar duapuluh tiga tahun atau lebih
tua lagi.
“Hanya
untuk melihat wanita gemuk sial itu kau bangunkan aku, Mal!” Jaka melotot pada
sahabatnya. “Terima kasih!” geramnya, lalu ia membanting pintu kamarnya dan
kembali tidur.
“Jak, jangan begitu, jangan menyebut wanita itu ‘wanita
gemuk sial’, dong…” Kamal kembali memerhatikan tetangga barunya. “Kurasa dia
wanita yang baik, Jak…”
Mary memerhatikan ruang tamunya yang telah ditata. Akhirnya aku punya rumah sendiri, meskipun
masih menyicil, pikirnya senang. Beberapa jam yang lalu, ia, dibantu anak
buah ayahnya, menata rumah barunya. Sungguh menyenangkan menata rumah sendiri
sesuai keinginannya! Dan ia menyukai rumah barunya yang dicat broken white, dengan dinding kaca
bertirai putih.
Setelah berendam dalam bathtub air hangat, Mary bermaksud mengunjungi tetangga sebelahnya
dengan membawa sedikit oleh-oleh, seloyang Japanese
cheesse cake dan setup apel yang dibuatnya semalam di rumah orangtuanya.
Sebelum Mary mengetuk pintu, seorang pria berusia sekitar 20 tahun-an membuka
pintu.
“Hai, kau pasti tetangga baru ‘kan?” tanya pria itu
ramah. Ia mengenakan jaket dan sepertinya hendak pergi keluar.
“Eh, ya, benar. Ini ada sedikit oleh-oleh perkenalan.”
“Wah, terima kasih, merepotkan nih!” Mata pria itu
berbinar-binar. Ia berteriak ke dalam rumah, “Jak, kita tidak usah pergi cari
makan, tetangga baru kita memberikan kita cake!”
Mary memerhatikan pria yang juga seumuran dengan pria
yang pertama, keluar dari ruangan yang sepertinya ruang makan. Ia juga
mengenakan jaket. Rambutnya agak panjang, dan kesannya ‘liar’ dengan sorot mata
tajam, hidung mancung, dan bibir merah yang seksi. Benar – benar tipe pria yang harus kujauhi! pikir Mary cepat.
“Cake? Sejak
kapan aku suka cake, Mal?”
tanyanya sinis.
“Bukannya kau…”
“Aku tidak suka cake.”
Pria itu tersenyum menyeramkan pada pria pertama. “Oh ya, tetanggaku yang
gemuk, terima kasih oleh-olehnya, tapi maaf, kami mau pergi untuk mencari
makan…”
Mary menahan amarahnya. Ia sudah biasa dikatai gemuk,
tapi tidak terang – terangan seperti ini. Benar-benar
pria tidak tahu adat! Mary berusaha tersenyum. “Nama saya Mary. Baiklah,
saya permisi…”
“Mary!” panggil Kamal. “Ma – maafkan sahabatku itu, dia
memang seperti itu adatnya. Tapi sebenarnya dia baik, hanya terlalu jujur. Aku
Kamal, dan dia Jaka. Selamat datang, Mary.”
Mary tersenyum, “Ya… Baiklah, aku permisi. Selamat
malam.”
Setelah sampai rumah, Mary membanting tubuhnya ke tempat
tidur double-nya. Malam pertama yang melelahkan sekaligus
menyebalkan… Mary menggigit bibirnya. Ia jadi tidak berselera untuk makan
malam. Baguslah, melancarkan dietku yang
baru seminggu…
***
“Apa kau membenci tetangga
baru kita?” Kamal menyendok setup apel dari Mary.
Jaka mengunyah potongan cake ke-4 dari Mary pagi ini. “Tentu saja, aku sangat tidak suka
cewek gemuk.”
“Kalau tidak suka, cake-nya
jangan dimakan.”
“Kau ‘kan tahu aku ini penggemar cake, Mal. Dan cake yang
satu ini benar-benar lezat!”
“Ya, dan semalam kau berbohong. Kau menyakiti tetanga
baru kita, Jak.”
“Biar saja, bukan dia ‘kan yang membuat kuenya.”
Kamal menghembuskan napas. “Jangan terlalu membenci Mary,
kudo’akan kau akan jatuh cinta setengah mati padanya.”
Jaka terkejut mendengar ucapan sahabatnya. “Jangan begitu
dong…”
“Makanya jangan terlalu membencinya…”
Jaka merajuk. “Kau tidak suka anjing ‘kan? Kodok juga. Ya
perasaan seperti itulah saat aku melihat tetangga kita itu.” Jaka mengangkat
bahu. “Aku takkan jatuh cinta padanya meskipun di dunia ini hanya ada aku dan
dia.”
“Aku pernah membaca komik temanku, ada kalimat yang
menyatakan, ‘Seseorang membenci orang lain karena ia tidak mengenal baik orang
itu’. Yah, kira-kira begitu.”
***
“Mary, tolong kau fotokopi
dokumen ini.”
“Baik.” dengan sigap Mary memfotocopy dokumen. Biarpun
gemuk, Mary sangat sigap dan telaten, sehingga ia disukai bos dan rekan
kerjanya. Walaupun ada beberapa rekannya yang bersikap kurang baik padanya.
Entah karena iri akan kemampuannya atau jijik melihatnya yang gemuk.
“Bagaimana rumah barumu?”
“Menyenangkan!”
“Tetanggamu ada yang ganteng tidak?” tanya Marissa,
temannya sejak ia bekerja di kantor ini beberapa minggu yang lalu.
Mary langsung teringat Jaka dan Kamal. “Ada, yang satu
ramah, dan yang satu super jahat.”
“Wah, benarkah? Super jahat itu seperti apa?”
“Dia mengataiku gemuk─dengan jelas membenciku─dan tidak menyukai cake
buatanku.”
Marissa tertawa. “Wah, hebat sekali dia. Tapi mustahil
ada yang tidak menyukai cake
buatanmu, Sayang.”
“Ya dia itu, namanya Jaka.”
“Sabar saja, menurutku kau manis, Sayang.”
Mary tersenyum. “Trim’s.”
Sepulang dari kantor sekitar jam 5, Mary menunggu bus di
halte. Lalu ia melihat Roy, mantannya. Mary kesal karena pria itu mengejarnya
sampai depan minimarket dan menarik lengannya. “Lepaskan aku! Sakit, Roy…”
“Sayang, kenapa kau tidak mau kembali padaku? Sudah
kubilang, cewek SMU itu adik temanku. Dia memang naksir aku, tapi aku…”
“Cukup, Roy…” Mary menatap Roy dengan terluka. “Kau hanya
memanfaatkan kekayaanku, kaukira aku tidak tahu? Selama satu tahun aku berusaha
memercayaimu, tapi ternyata kau hanya menginginkan uangku saja…”
“Itu tidak benar, Sayang…”
“Aku melihatmu menciumnya di kantormu, beberapa hari
sebelum aku memergokimu lagi di café
dengannya, lalu kita putus.”
“Itu salah paham. Di–dia yang berusaha menciumku… dan bukankah
aku sudah menjelaskan padamu tempo hari bahwa dia yang memaksaku untuk pergi ke
café dengannya!”
Mary tertawa sinis. “Aku tidak buta, Roy, dan aku juga
tidak tuli. Sebelum aku melabrakmu waktu itu, aku menguping percakapanmu
dengannya. Lagipula…” Mary tiba-tiba melihat Jaka sedang meminum cola tak jauh dari tempat mereka
berdiri. Tanpa pikir panjang Mary berteriak. “Jaka!” Mary melepaskan cekalan
Roy dan langsung memeluk lengan Jaka yang dimasukkan ke saku. “…Lagipula aku
sudah berpacaran dengan pria ini!”
Jaka
hampir menyemburkan cola–nya. Apa-apaan ini? Ia merasakan lengan gemuk
sedang memeluk lengannya, dan juga dada wanita menyentuh lengannya. Ia melihat
wajah memelas tetangga barunya. Cewek
gemuk ini lagi!
“Jaka,
tolong jelaskan pada mantanku…”
“Ini
pacar barumu? Brondong gondrong liar ini? Pria seperti ini yang kaubilang
pacar? Justru dia yang akan lebih-lebih memoroti uangmu!”
Jaka
langsung naik darah. Berani-beraninya
cowok berdasi ini… ”Hei kau musang berdasi, beraninya kau!” Jaka menaikkan
lengan kemejanya. Terlihat lengannya yang kuat dan bertato.
Nyali
Roy langsung ciut melihat tato naga Jaka, lalu langsung menghilang ke dalam
kerumunan orang-orang yang berlalu lalang.
Jaka
mengacungkan jari tengahnya. “Lepaskan aku.”
“Maaf…
dan terima kasih.”
“Lain
kali jangan seenaknya memelukku. Dasar musang menyebalkan! Enak saja mengata-ngataiku!”
Jaka menepuk-tepuk lengannya, seolah berdebu. Jaka menatap Mary tajam. “Sudah,
sana pergi! Menganggu saja.”
“Tunggu…
aku mau mentraktirmu makan sore karena kau telah menolongku.”
Tiba-tiba
perut Jaka berbunyi sangat keras, membuatnya malu setengah mati. “Memangnya kau
punya uang?”
“Masakan
buatanku.”
“Tidak
sudi, nanti kau memasukkan racun.”
“Baiklah,
kau mau makan di mana?”
Jaka
tersenyum jahat.
Mary
tersenyum puas karena Jaka terbengong-bengong. Mereka kini berada di restoran
mewah namun santai, dengan masakan-masakan dan minuman yang sangat mahal dan
lezat. Mereka tadi pergi dengan vespa Jaka walau sebelumnya Jaka protes bahwa
bannya akan kempes jika dinaiki Mary. Tapi tidak ada pilihan lain, dan untungnya
ban vespa Jaka tidak kempes.
“Kau
benar-benar orang kaya, seperti yang dikatakan musang itu, hah?”
Mary
mengangkat bahu. “Silahkan pesan sesukamu.”
“Benarkah?
Ehem,” Jaka langsung bersikap sombong, “tentu saja, sudah seharusnya. Aku ‘kan
sudah menolongmu.” Jaka membaca menu. Lalu ia memesan banyak makanan.
“Kau
akan menghabiskan semuanya?”
“Tentu
saja, lambungku sangat kuat.”
Mary
tertawa. “Kalau belum cukup, kau boleh pesan untuk dibawa pulang. Untuk Kamal
juga kalau kau mau.”
“Hah,
tidak usah. Si malaikat itu punya teman yang selalu mentraktirnya makan siang.”
“Malaikat?
Memang cocok.” Mary tersenyum. “Dan kau ‘si Iblis’.”
Jaka
melotot, tapi Mary tidak takut.
Senyum
Mary malah semakin lebar.
“Kau
ini bodoh ya, mau saja berpacaran dengan si musang itu?”
Mary
tersenyum sedih. “Ya, aku memang bodoh…”
“Tentu
saja, seharusnya kau berkaca. Kau itu gemuk tapi kaya. Tentu saja pria-pria hanya
menginginkan uangmu saja.”
Tahan, Mary, sabar… Mary tersenyum kaku.
“Apa
kau suka memberikan si musang itu banyak hadiah dan selalu mentraktirnya?”
“Ya…dia
selalu beralasan lupa membawa dompet, belum gajian, dan…”
Jaka
melambaikan tangannya. “Kau benar-benar payah.”
“Aku
tahu… aku selama ini tidak menyadarinya. Karena ia selalu bersikap baik padaku…
memujiku cantik…”
Jaka
bersandar pada bahu kursi. “Wanita memang lemah kalau diberi pujian.”
“Makanan
sudah datang, sebaiknya kita makan.”
“Hei,
inikah yang tadi kupesan?”
“Kenapa?
Kau tidak tahu cara memakannya?”
Jaka
mencibir, “Memangnya aku peduli? Aku tidak menyukai aturan.” Lalu Jaka mulai
makan dengan sekenanya. “Kau hanya makan salad?”
“Aku…
diet.”
Jaka
terus berbicara sambil makan.
Berbeda sekali dengan Roy yang makan dalam
diam dan tenang, pikir Mary. Mary sendiri terbiasa makan dalam diam dalam
keluarganya.
“Apakah
kau baru kali ini berdiet?”
“Ya…
baru seminggu, sejak aku putus dari Roy. Sejak remaja, ibuku melarangku
berdiet. Roy juga begitu. Katanya gemuk juga cantik. Mm, teman kantorku juga ada
yang bilang. Jadi jika ada yang menyebutku gemuk, atau mencaci bentuk tubuhku
yang tdak enak dipandang, aku langsung saja mengingat perkataan ibuku dan Roy…”
“Kenapa
kau memutuskan untuk berdiet?”
“Aku
ingin menjadi cantik untuk diriku sendiri, selama ini aku tidak pernah
berusaha…” Mary menatap tajam Jaka. Lalu Mary melihat Jaka tersenyum, senyum
yang tulus, dan entah kenapa, tiba-tiba jantungnya berdegup kencang.
“Itu
kata-kata yang cukup bagus.”
“Bukan
‘cukup’, tapi ‘sangat’.”
***
“Jak, kau kenapa? Seharian ini kau hanya
bengong, dan dari tadi bolak-balik memandang keluar terus…”
“Bu–bukan
urusanmu!” Jaka mengambil koran Kamal dan pura-pura membacanya. Lalu ia
mendengar Kamal terbahak dan mengatakan bahwa korannya terbalik. “Aku mau
keluar untuk mencari makan, kau mau ikut tidak? Dari pagi kita ‘kan belum
makan.” Jaka melempar koran ke wajah Kamal.
“Baiklah.”
Kamal masih tertawa. “Kau seperti orang yang sedang jatuh cinta.”
“Ada-ada
saja kau!” Saat Jaka mengeluarkan vespa-nya, ia melihat Mary, dan jantungnya
langsung berdebar dengan kencang. Bodoh,
bodoh, apa-apaan sih, kenapa aku berdebar-debar, dan kenapa seharian ini aku
ingin melihat wajahnya yang bulat dan tubuhnya yang gemuk?? Sepertinya aku
sudah tidak waras!
Pertama kali Jaka berdebar seminggu yang
lalu saat di restoran, saat Mary menatapnya dengan sungguh-sungguh dan
mengatakan kalimat yang menurutnya benar-benar bagus dan mengandung
kesungguhan. Dan matanya yang bulat hitam, sungguh menawan saat itu. Tapi saat
itu Jaka masih ragu apakah Mary hanya membual atau tidak.
Lalu
keesokan paginya saat Jaka ke garasi untuk mencuci motor, ia melihat Mary baru
pulang dari lari pagi, tubuhnya penuh keringat. Seharusnya ia membenci tubuh
gemuk berkeringat bau itu, tapi entah kenapa, ia malah menyukainya, dan lagi-lagi
ia melihat kesungguhan dan tekad yang kuat untuk menjadi cantik di mata Mary.
Mary tidak hanya berbicara, tapi juga melaksanakan tekadnya itu. Tapi waktu itu
Jaka malah mengejeknya ‘bau’, dan Mary hanya mencibir.
Jatuh cinta! Jaka teringat perkataan
Kamal barusan, dan kepalanya serasa berdengung. Ia merasa sesak napas. Tidak mungkin, pasti salah…
“Kalian mau pergi, ya?”
“Kami
baru saja mau mencari makan!” jawab Jaka kasar.
“Oh,
begitu. Bagaimana kalau kalian makan siang di rumahku? Aku ke sini untuk
mengundang kalian.”
“Wah,
boleh tuh.” Kamal langsung menyanggupi.
“Tidak usah, nanti makanannya beracun lagi.”
Mary
terseyum, dan saat Jaka menatapnya, ia baru menyadari wajah Mary yang terlihat
sedih. Biasanya jika Jaka mengejeknya, Mary selalu menatapnya dengan penuh
kejengkelan atau menantang. Tapi kali ini…?
“Baiklah,
gratis ‘kan? Aku mau.” ralatnya, dan tiba – tiba wajah Mary terlihat cerah.
Jaka merasa senang melihatnya. Senang?
Jaka tidak menyangka, hidangan yang disuguhkan Mary benar-benar lezat! Sapi
lada hitam, fish black pepper, pizza buatan
sendiri, dan Japanese cheesse cake.
Ditambah salad sayur dan salad buah. Minumannya jus jeruk dan jus stroberi
tanpa gula untuk Mary sendiri.
“Kau
diet ya? Hanya makan salad sayur dan buah saja.” tanya Kamal.
“Iya,
benar.”
“Kau
koki yang hebat! Ini benar-benar masakanmu?” Kamal terkagum-kagum.
Jaka
melihat Mary tersipu, cantik. Tapi ia tidak suka bahwa Kamal yang membuat Mary
tersipu. Apakah Mary naksir Kamal? Memang,
selama ini Kamal baik dan perhatian pada Mary…
“Kau
tahu, cake yang waktu itu kauberikan
pada kami, habis dimakan oleh Kamal. Aku hanya disisakan dua potong, lho!”
“Benarkah?”
Jaka
senang melihat pipi Mary yang merona,. Syukurlah,
aku juga bisa membuatnya tersipu. Cantik.
“Bu–bukankah
kau tidak suka cake, Jaka?” tanya
Mary bingung.
“Sebenarnya
Jaka penggemar cake dan dia bilang cake-mu
adalah cake terlezat yang pernah
dimakannya.” ujar Kamal.
“Kau
banyak omong dan hiperbola.”
“Aku
senang.” Senyum Mary benar-benar cerah. “Kalau kalian mau, kalian bisa makan
malam di sini juga. Sebenarnya aku butuh teman mengobrol…”
“Ah,
maaf Mary, aku tidak bisa. Temanku mengajakku makan malam di rumahnya.” Kamal
meminta maaf.
“Aku
bisa.”
Kamal
dan Mary memandang pada Jaka dengan tampang tidak percaya.
“Kalau
tidak mau ya sudah…”
“Aku
sangat senang! Kau mau apa untuk makan malam nanti?”
“Terserah.
Mm, masaknya nanti sore ‘kan? Bagaimana kalau sekarang kita jalan-jalan dulu.
Aku butuh baju baru untuk kuliah.”
Lagi
– lagi Kamal dan Mary memandang Jaka dengan aneh dan tidak percaya.
***
“Model
T-shirt yang aneh…” komentar Mary
setelah satu jam mereka berputar-putar di mall.
“Enak
saja, ini bukan aneh, tapi unik. Aku ini
penyuka segala sesuatu yang unik.” Jaka membayar sejumlah uang pada kasir.
“Kau
yakin tidak mau kubayari T-shirt-nya?”
“Kau
‘kan bukan istriku.”
“Memangnya
kalau nanti kau menikah, istrimu yang akan membelikanmu T-shirt?”
“Bukan
begitu, hanya saja setelah aku menikah, uangku adalah uang istriku, begitu juga
sebaliknya.”
“Oh…”
Setelah
membayar ke kasir, mereka langsung ke parkiran. Di parkiran, mereka bertemu dengan
Roy yang sedang merangkul pacarnya.
“Wah,
wah, Mr. Musang mesra sekali, ya.” Jaka menyeringai.
Roy
langsung melepaskan rangkulannya dari pacarnya. “Kenapa kalian ada di sini?”
Jaka
mengerutkan alisnya. “Bukankah itu pertanyaan yang paling tolol? Tentu saja
belanja, atau nongkrong, atau menonton bioskop. Ah…kami sedang berkencan.”
dengan seenaknya Jaka merangkul Mary. Awalnya Mary berusaha menjauh, tapi Jaka
menahannya. Ia melingkarkan lengannya di pinggang Mary yang besar. Empuk dan lembut, pikir Jaka, dan
jantungnya langsung berdebar dengan cepat.
“Mary…”
panggil Roy.
“Ayo
kita pergi, Sayang.” Mary merangkul Jaka ke arah vespa Jaka.
“Kau
masih mencintainya?” tanya Jaka penasaran.
“Tidak,
hanya rasa sakit hati… masih sedikit tertinggal.”
“Peluk
aku, ya.”
“Kenapa?”
Mary mengerutkan alisnya.
“Kita
akan mengebut. Biasanya kalau mengebut dapat menghilangkan stress, lho.”
“Tidak
mau, Jaka! Hei! Huwaaaaaaaa!!!” Mary berteriak-teriak panik, lalu akhirnya ia
meneriakkan isi hatinya, ”Dasar cowok idiot! Sayang sekali menyia-siakan ATM
berjalan!!”
Jaka
yang mendengarnya langsung terbahak-bahak. Dasar
cewek yang unik! pikirnya senang.
Sesampainya
di rumah, Jaka membantu Mary untuk membuat makan malam, tapi karena ia benar-benar
tidak becus, Mary menyuruhnya untuk menonton TV atau DVD saja. Tapi Jaka malah
menonton Mary memasak sambil duduk di kursi dapur.
“Kau
cantik.” Jaka keceplosan, membuat Mary hampir memecahkan mangkuk berisi telur.
“Kau
tidak bilang begitu saat pertama kali melihatku.” Mary tertawa.
“Tapi
sekarang aku jatuh cinta padamu.”
“Tidak.”
“Kenapa?”
“Kau
sangat membenciku yang gemuk ini.”
“Iya,
benar, tapi itu seminggu yang lalu...”
“Hanya
dalam seminggu kau jatuh cinta padaku?”
“Tidak,
kurang dari itu. Saat di restoran…”
“Karena
kutraktir?”
“Bukan,
aku tidak serendah itu. Entahlah, mungkin aku jatuh cinta pada kesugguhanmu.”
Mary
menggeleng. “Maaf.”
Jaka
mengangkat bahu. “Tidak apa-apa, aku tahu kau masih trauma. Ah, sebaiknya aku menonton
TV.” Jaka tersenyum lalu melangkah dengan gontai ke ruang TV. Dasar idiot, bodoh, bego! Kenapa aku
menyatakan tanpa persiapan? Seperti bukan aku saja! Bagaimana meyakinkannya
bahwa aku benar-benar mencintainya?
Mary
sungguh senang akan pernyataan Jaka, ternyata ia tidak bertepuk sebelah tangan!
Tapi ia tidak bisa begitu saja menerima Jaka. Ia tahu saat melihat mata Jaka
bahwa Jaka tidak membohonginya. Jaka tulus, dan Mary tahu Jaka memang seperti
itu. Walau pada awalnya Mary sangat membenci Jaka, tapi setelah Jaka
menolongnya dari Roy, Mary tahu bahwa sebenarnya Jaka baik. Sejak ia mulai
jatuh cinta pada Jaka di restoran, Mary berjanji pada dirinya sendiri untuk
menyatakan cintanya pada Jaka setelah beratnya turun lima kilogram. Jadi,
sekarang ia belum bisa menerima Jaka.
***
Setelah Mary menolak Jaka, Jaka tetap bersikap
baik padanya, walaupun terkadang pria itu mengejeknya sambil bercanda.
“Kurasa
aku terkena kutukan si malaikat.” ujar Jaka di suatu sore. Mary dan Jaka saat
ini sedang menikmati hari Minggu yang tenang di halaman belakang rumah Mary
yang sejuk sambil berbaring santai di rerumputan.
“Maksudmu?”
“Kamal
mendoakan aku akan jatuh cinta setengah mati padamu.”
Mary
tertawa.
“Itu
benar. Pagi hari ia berdo’a, dan sorenya aku jatuh cinta padamu. Dan aku baru
menyadari kutukannya ‘mengena’ setelah satu minggu berlalu.”
Kali
ini Mary tertawa terbahak-bahak sampai keluar`air mata. “Kau lucu sekali!”
“Sehingga
membuatmu jatuh cinta?”
“Kurasa
ya.”
Jaka
langsung terduduk. “Mary, kau sungguh-sungguh mengatakannya?”
“Iya…”
“Yeeiiii!”
Jaka langsung bangkit berdiri lalu melompat kegirangan dan melakukan tarian
yang benar-benar aneh dan menggelikan. “Yess, yess, yess!” Kemudian ia berhenti
dan berlutut di depan Mary yang kini telah duduk bersila. “Kenapa kau
mencintaiku?”
“Mmm…
mungkin karena kau konyol dan unik.”
“Kau
yang unik, gadis gemuk!” Jaka memeluknya, tetapi Mary berhasil menghindar, dan
Jaka menabrak tanah. “Sakit…”
“Dasar!
Iya, ya, meskipun dalam 3 bulan ini beratku sudah turun 5 kilo, aku belum terlihat
kurus.”
“Aku
tidak peduli kau mau kurus atau gemuk. Gemuk juga kau cantik, manis, imut, dan
aku jatuh cinta!”
Mary
tertawa. “Sepertinya aku pernah mendengar ucapan itu di mana, ya…”
Jaka
tertawa dan merangkulnya. Lalu ia mencium bibir Mary dengan mesra. “Sepertinya
aku mengerti ucapan ibumu…”
“Kalau
sudah jatuh cinta, apa pun menjadi indah…”
“Itu
kata-kata yang cukup romantis.” Mary mengangguk-angguk.
“Bukan
‘cukup’, tapi ‘sangat.’” Lalu keduanya terbahak-bahak, membuat suasana menjadi
ceria di sekeliling mereka.
END
Kuningan, 14 Juli 2009
CODET
Tidak ada komentar:
Posting Komentar