Rabu, 23 Mei 2012

Cerpen Remaja SFC


SFC
“Eh, kau naksir Pak Satria? Guru olahraga itu?”
“Iya.”
Lisa tidak mengerti jalan pikiran sahabatnya itu. Kenapa Miranda harus naksir guru? Kan banyak cowok! Kenapa harus guru, sih? Lagipula guru itu usianya sudah 26 tahun! Memang sih, Pak Satria belum menikah alias bujangan, dan penampilannya tidak buruk. Pak Satria selalu terlihat segar (Lisa baru memerhatikan setelah Miranda memberitahunya bahwa ia naksir guru itu) dengan baju sport, sepatu kets, peluit, serta stopwatch.
Saat jam olahraga Lisa mengalami kecelakaan kecil. Ia terdorong jatuh ke lantai semen oleh temannya. Pipi Lisa yang mulus menubruk lantai semen. Nyerinya sangat tidak tertahankan dan ia menangis menjerit-jerit seperti anak  kecil. Ia setengah sadar ketika dibawa ke UKS.
Di UKS Lisa dirawat oleh anak-anak PMR. Ia terus memegangi pipinya yang nyeri sambil menangis. Untunglah giginya hanya satu yang patah. Esoknya Lisa tidak masuk sekolah karena pipinya yang bengkak masih sakit. Miranda menjenguknya sepulang sekolah.
“Kau enak sekali, Lis. Aku iri.”
“Kenapa?”
“Kemarin kau tidak ingat? Pak Satria ‘kan menggendongmu ke UKS.”
Tiba-tiba dadanya berdesir dan Ia tersipu. Ia tidak tahu bahwa Pak Satria yang membawanya ke UKS.
“Kalau kau naksir, sainganku bertambah lagi.”
“Hahaha.”
“Oya, aku dan lima teman cewek lain membentuk SFC.” Miranda nyengir.
“SFC?”
“Satria Fans Club.”
“Hah?” Lisa melongo. Sejurus kemudian ia tergelak. “Ada-ada saja. Mir, aku tidak mau naksir guru. Masih banyak ‘kan siswa di sekolah kita, atau di sekolah lain.”
“Kau bilang begitu karena kau tidak tahu apa-apa soal Pak Satria.” Miranda tersenyum. Ia lalu memberitahukan kelebihan-kelebihan Pak Satria: tampan, macho, atletis, baik, gaul, dan romantis. Lisa hanya mengangguk mendengar perkataan Miranda.
Pokoknya aku takkan mau berpacaran dengan guru! Lagipula aku ‘kan masih SMU! Lain halnya kalau aku sudah lulus SMU….pikir Lisa dalam hati.
Esoknya Lisa baru masuk sekolah. Pipinya dibalut kapas dan hansaplast, membuatnya seperti anak kecil. Tanpa sengaja Lisa berpapasan dengan Pak Satria di koridor sekolah. Lisa mengangguk sekilas.
“Bagaimana pipimu, masih sakit?”
“Sudah agak baikan. Anu…terima kasih sudah membawa saya ke UKS, Pak.” jawab Lisa gugup.
“Yah, kau ‘kan muridku. Lain kali hati-hati, ya.” Satria menyentuh bahunya ringan sebelum menghilang di tikungan koridor. Untuk sesaat Lisa terdiam akibat sentuhan Pak Satria. Lalu ia segera menggelengkan kepalanya dan bergegas menuju kelas.
***
Lisa dan keluarganya datang ke tempat ujian karate Faridh, adik Lisa, pada Hari Minggu. Faridh sebelumnya menginap dari Hari Jumat untuk Gasukumenginap dengan tujuan menyamakan gerakan dan teknik untuk ujian karate Hari Minggu. Faridh sabuk kuning, dan jika hari ini lulus ia akan naik ke sabuk hijau.
Lisa tercengang saat melihat salah satu guru karate Faridh. Guru karate yang berambut lurus hitam dengan potongan rambut ala cowok Korea, paling mencolok. Lisa langsung mengenali Pak Satria, guru olahraganya.
Selama Faridh ujian, Lisa tidak memerhatikan Faridh, melainkan memerhatikan Pak Satria yang memberikan instruksi-instruksi bagi para peserta ujian. Lisa sangat terpesona pada gerakan tubuh atletis Pak Satria. Begitu sadar, ujian karate Faridh telah selesai.
“Kak Lisa, Mama, Papa, tadi lihat Faridh tidak?”
“Tentu, Sayang. Kau hebat sekali. Tapi sepertinya kakakmu malah melihat yang lain….” Mama Lisa tersenyum, membuat Lisa menunduk malu.
“Kak Lisa melihat senpai Faridh, ya? Namanya Satria Senpai. Kemarin-kemarin, sih, Satria Senpai bilang kalau ia kenal kakak. Mau kusalamin?” Faridh bermaksud untuk menemui Pak Satria namun Lisa menarik baju karatenya.
“Jelaskan, kenapa Satria Senpai tahu kalau kita adik-kakak?”
Faridh yang baru duduk di kelas  4 SD nyengir. “Waktu pipi Kak Lisa menubruk lantai, aku bercerita padanya.”
“Lalu?”
“Lalu ia mengatakan bahwa ia mempunyai murid yang bernama sama dengan kakak, dan pipinya menubruk lantai.”
“Saat bercerita, Satria Senpai tertawa?”
“Tidak, malahan ia terlihat murung.” Setelah mengatakan itu Faridh berlari menghampiri teman-temannya. Mudah-mudahan Faridh tidak bilang pada Pak Satria bahwa aku ada di sini! doa Lisa. Karena tidak ingin bertemu Pak Satria, Lisa pulang duluan. Jadi ia tidak tahu apakah Faridh lulus ujian atau tidak.
***
Senin pagi Lisa berpapasan dengan Pak Satria di koridor sekolah.
“Kemarin kau pulang duluan?”
“Eh?”
“Kau nonton ujian Faridh ‘kan? Aku melihat sekilas saat Faridh menghampirimu usai ujian karate. Tapi kemudian aku tidak melihatmu saat pengumuman kelulusan ujian Faridh.”
“Sa…saya ada urusan lain, Pak.”
“Kau tidak ingin ikut karate?”
“Saya tidak berminat, Pak.”
Pak Satria tertawa renyah. “Bagaimana kalau nanti siang lihat-lihat ke tempat karate? Mungkin kau akan sedikit tertarik. Oke, sampai nanti!” Pak Satria mengacak-acak rambutnya lalu masuk ke ruang guru.
Yah, kalau dilihat dari dekat, Pak Satria sangat tampan, apalagi kalau tertawa. Dan juga…romantis.
Wah, tampaknya aku harus menelan kata-kataku. Sainganmu bertambah satu, Miranda! Aku gabung ke SFC! Lisa tersenyum sendiri sambil berjalan masuk ke kelasnya.
TAMAT
Putri Permatasari
2002





Tidak ada komentar:

Posting Komentar