SFC
“Eh,
kau naksir Pak Satria? Guru olahraga itu?”
“Iya.”
Lisa tidak mengerti jalan pikiran sahabatnya itu. Kenapa
Miranda harus naksir guru? Kan banyak cowok! Kenapa harus guru, sih? Lagipula
guru itu usianya sudah 26 tahun! Memang sih, Pak Satria belum menikah alias
bujangan, dan penampilannya tidak buruk. Pak Satria selalu terlihat segar (Lisa
baru memerhatikan setelah Miranda memberitahunya bahwa ia naksir guru itu)
dengan baju sport, sepatu kets,
peluit, serta stopwatch.
Saat jam olahraga Lisa mengalami kecelakaan kecil. Ia
terdorong jatuh ke lantai semen oleh temannya. Pipi Lisa yang mulus menubruk
lantai semen. Nyerinya sangat tidak tertahankan dan ia menangis menjerit-jerit
seperti anak kecil. Ia setengah sadar
ketika dibawa ke UKS.
Di UKS Lisa dirawat oleh anak-anak PMR. Ia terus memegangi
pipinya yang nyeri sambil menangis. Untunglah giginya hanya satu yang patah.
Esoknya Lisa tidak masuk sekolah karena pipinya yang bengkak masih sakit.
Miranda menjenguknya sepulang sekolah.
“Kau enak sekali, Lis. Aku iri.”
“Kenapa?”
“Kemarin kau tidak ingat? Pak Satria ‘kan menggendongmu ke
UKS.”
Tiba-tiba dadanya berdesir dan Ia tersipu. Ia tidak tahu
bahwa Pak Satria yang membawanya ke UKS.
“Kalau kau naksir, sainganku bertambah lagi.”
“Hahaha.”
“Oya, aku dan lima teman cewek lain membentuk SFC.”
Miranda nyengir.
“SFC?”
“Satria Fans Club.”
“Hah?” Lisa melongo. Sejurus kemudian ia tergelak.
“Ada-ada saja. Mir, aku tidak mau naksir guru. Masih banyak ‘kan siswa di
sekolah kita, atau di sekolah lain.”
“Kau bilang begitu karena kau tidak tahu apa-apa soal Pak
Satria.” Miranda tersenyum. Ia lalu memberitahukan kelebihan-kelebihan Pak Satria:
tampan, macho, atletis, baik, gaul, dan romantis. Lisa hanya mengangguk
mendengar perkataan Miranda.
Pokoknya aku takkan
mau berpacaran dengan guru! Lagipula aku ‘kan masih SMU! Lain halnya kalau aku
sudah lulus SMU….pikir Lisa dalam hati.
Esoknya
Lisa baru masuk sekolah. Pipinya dibalut kapas dan hansaplast, membuatnya
seperti anak kecil. Tanpa sengaja Lisa berpapasan dengan Pak Satria di koridor
sekolah. Lisa mengangguk sekilas.
“Bagaimana pipimu, masih sakit?”
“Sudah agak baikan. Anu…terima kasih sudah membawa saya ke
UKS, Pak.” jawab Lisa gugup.
“Yah, kau ‘kan muridku. Lain kali hati-hati, ya.” Satria
menyentuh bahunya ringan sebelum menghilang di tikungan koridor. Untuk sesaat
Lisa terdiam akibat sentuhan Pak Satria. Lalu ia segera menggelengkan kepalanya
dan bergegas menuju kelas.
***
Lisa
dan keluarganya datang ke tempat ujian karate Faridh, adik Lisa, pada Hari
Minggu. Faridh sebelumnya menginap dari Hari Jumat untuk Gasuku─menginap dengan tujuan
menyamakan gerakan dan teknik untuk ujian karate Hari Minggu. Faridh sabuk
kuning, dan jika hari ini lulus ia akan naik ke sabuk hijau.
Lisa tercengang saat melihat salah satu guru karate
Faridh. Guru karate yang berambut lurus hitam dengan potongan rambut ala cowok
Korea, paling mencolok. Lisa langsung mengenali Pak Satria, guru olahraganya.
Selama Faridh ujian, Lisa tidak memerhatikan Faridh,
melainkan memerhatikan Pak Satria yang memberikan instruksi-instruksi bagi para
peserta ujian. Lisa sangat terpesona pada gerakan tubuh atletis Pak Satria.
Begitu sadar, ujian karate Faridh telah selesai.
“Kak Lisa, Mama, Papa, tadi lihat Faridh tidak?”
“Tentu, Sayang. Kau hebat sekali. Tapi sepertinya kakakmu
malah melihat yang lain….” Mama Lisa tersenyum, membuat Lisa menunduk malu.
“Kak Lisa melihat senpai Faridh, ya? Namanya Satria
Senpai. Kemarin-kemarin, sih, Satria Senpai bilang kalau ia kenal kakak. Mau
kusalamin?” Faridh bermaksud untuk menemui Pak Satria namun Lisa menarik baju
karatenya.
“Jelaskan, kenapa Satria Senpai tahu kalau kita
adik-kakak?”
Faridh yang baru duduk di kelas 4 SD nyengir. “Waktu pipi Kak Lisa menubruk
lantai, aku bercerita padanya.”
“Lalu?”
“Lalu ia mengatakan bahwa ia mempunyai murid yang bernama
sama dengan kakak, dan pipinya menubruk lantai.”
“Saat bercerita, Satria Senpai tertawa?”
“Tidak, malahan ia terlihat murung.” Setelah mengatakan
itu Faridh berlari menghampiri teman-temannya. Mudah-mudahan Faridh tidak bilang pada Pak Satria bahwa aku ada di
sini! doa Lisa. Karena tidak ingin bertemu Pak Satria, Lisa pulang duluan.
Jadi ia tidak tahu apakah Faridh lulus ujian atau tidak.
***
Senin
pagi Lisa berpapasan dengan Pak Satria di koridor sekolah.
“Kemarin kau pulang duluan?”
“Eh?”
“Kau nonton ujian Faridh ‘kan? Aku melihat sekilas saat
Faridh menghampirimu usai ujian karate. Tapi kemudian aku tidak melihatmu saat
pengumuman kelulusan ujian Faridh.”
“Sa…saya ada urusan lain, Pak.”
“Kau tidak ingin ikut karate?”
“Saya tidak berminat, Pak.”
Pak Satria tertawa renyah. “Bagaimana kalau nanti siang
lihat-lihat ke tempat karate? Mungkin kau akan sedikit tertarik. Oke, sampai
nanti!” Pak Satria mengacak-acak rambutnya lalu masuk ke ruang guru.
Yah, kalau dilihat dari dekat, Pak Satria sangat tampan,
apalagi kalau tertawa. Dan juga…romantis.
Wah, tampaknya aku
harus menelan kata-kataku. Sainganmu bertambah satu, Miranda! Aku gabung ke
SFC! Lisa tersenyum sendiri sambil berjalan masuk ke kelasnya.
TAMAT
Putri Permatasari
2002
Tidak ada komentar:
Posting Komentar