Kamis, 10 Januari 2013

FORBIDDEN LOVE
Hari pertama bekerja di rumah keluarga Prasetyo membuat Melly lelah sekali. Rumah dua lantai yang sangat besar dan luas ini harus dibersihkan oleh Melly sendirian.
Saat ia sedang tertidur karena kelelahan, tiba-tiba pintunya diketuk oleh Ita, anak majikannya. “Bi Melly, aku lapar nih, beliin nasi goreng, dong. Aku sedang bosan sama masakan Bi Lastri. Tukang nasi gorengnya ada di ujung gang. Nasi gorengnya pedes banget, ya Bi.”
Bu Lastri itu Babysitter anak bungsu keluarga Prasetyo, sekaligus koki di rumah ini.
“Baik, Nona Ita.”
Melly sangat lelah dan mengantuk, namun apa boleh buat, ia tidak bisa dan tidak boleh menolak. Akhirnya ia pergi membeli nasi goreng setelah sebelumnya mencuci muka dulu untuk menghilangkan rasa kantuknya. Saat ia sedang menunggu nasi goreng, tanpa sadar ia tertidur, sampai akhirnya seseorang membangunkannya.
“Hei, bangun, hei….” Suara cowok.
“Mmm….”
“Nasi gorengmu sudah jadi. Hei, tidak baik cewek tidur di luar rumah.” Cowok itu menggoyang-goyangkan tubuh Melly agar ia terbangun.
“Ngh….” Melly perlahan membuka matanya. Wajah cowok yang membangunkannya tepat ada di hadapan wajahnya sehingga membuat kantuk Rita hilang seketika. Ia menampar cowok itu. “Dasar kurang ajar! Apa yang kaulakukan?”
Terdengar tawa di sekitarnya. Lalu Abang nasi goreng memberikan nasi gorengnya. “Nasi gorengnya sudah jadi, De. Yuga ini bukan orang jahat, justru ia berniat baik membangunkan Ade yang tertidur.”
Wajah Melly memerah. “Aduh, Maafkan aku! Aku tidak tahu, tadi aku sangat terkejut sekali….”
Cowok itu tersenyum. Rahangnya yang kuat, hidungnya yang mancung, dan matanya yang tajam membuatnya terpaku. Belum pernah jantung Rita berdebar seperti ini saat melihat seorang cowok. “Ya tidak apa-apa. Kau mengantuk sekali, bahaya keluar malam-malam sendirian saat mengantuk seperti ini. Rumahmu di mana? Biar kuantar pulang.”
Melly tampak ragu-ragu.
Seolah dapat membaca pikirannya, Yuga tersenyum lagi. “Kalau aku berbuat kurang ajar, kau tinggal teriak saja, beres kan?”
Melly mengangguk. Setelah membayar nasi goreng, Melly diantar Yuga ke rumah.
“Kau baru di sini? Aku belum pernah melihatmu sebelumnya.”
“Aku baru datang ke sini tadi pagi. Aku bekerja di rumah keluarga Prasetyo.”
“Oh, yang tinggal di rumah berpohon Jambu air itu, ya? Aku suka mengambil jambunya malam-malam.” Andre terkekeh. “Aku hanya bercanda. Siapa namamu? Aku Yuganesya, panggil aku Yuga. Aku bekerja di sebuah pabrik. Aku tinggal di kontrakan dekat sini.” Yuga mengulurkan tangannya.
“Aku Melly. Terima kasih telah membangunkanku tadi, dan terima kasih telah repot mengantarkan aku.”
“Ya, sama-sama. Aku tidak tega membiarkan cewek cantik begitu saja.”
“Gombal.”
Yuga hanya terkekeh. “Oke, selamat malam. Salam kenal, ya, Nona Cantik.”
“Aku bukan Nona. Yang Nona itu majikanku.”
“Bagiku kau Nona.” Yuga mengedipkan matanya lalu berlalu sambil bersiul-siul. Melly langsung masuk ke dalam rumah.
“Bibi lama sekali.”
“Maaf Nona, tadi antriannya panjang.”
“Baiklah, terima kasih, Bi. Kembaliannya ambil saja.”
“Tapi kembaliannya sepuluh ribu.”
“Kurang?”
“Bukan begitu, ini terlalu banyak, Nona Ita.”
Ita tersenyum. “Ambil saja. Tidak baik menolak rezeki ‘kan.”
“Terima kasih, Nona Ita!” ujar Melly senang. Lalu ia permisi ke kamarnya. Dalam tidur ia bermimpi menjadi seorang putri kerajaan yang sedang bermesraan dengan seorang pangeran di sebuah taman yang cantik dan indah penuh bunga bermekaran dan kupu-kupu yang beterbangan. Saat wajah pangeran itu mendekat, ia langsung terbangun karena terkejut mendapati Yugalah pangerannya!
***
Beberapa hari kemudian saat Melly sedang membeli sayur di tukang sayur di depan rumahnya, ia melihat Yuga. Yuga pun melihatnya. Ia menguap sambil menggaruk rambutnya. “Pagi, Nona.”
“Pagi. Aku bukan Nona.”
“Baru pulang kerja, Yuga? Shift malam?” tanya penjual sayur.
“Dua shift, Bang. Shift siang dan malam. Pulang dulu, Bang. Yuk, Nona Cantik.”
“De Melly pacaran dengan Yuga?”
Melly menggeleng. “Tidak, Bang. Saya baru kenal Bang Yuga beberapa hari yang lalu.”
“Yuga itu anaknya baik, lho. Saya jamin.”
“Lalu apa hubungannya dengan saya, Bang?” Melly tersenyum.
“Kalau nanti dia tembak kamu, terima saja, ya. Dia belum pernah berpacaran, lho.”
“Ah, Abang ini. Jadi berapa, Bang, semuanya?”
“Sepuluh ribu, De Melly.”
Melly permisi ke dalam lalu ia melanjutkan pekerjaannya membersihkan dan merapikan rumah keluarga Prasetyo. Saat ia sedang menyetrika, pikirannya melayang. Yuga yang tadi terlihat acak-acakan rambutnya dan terlihat mengantuk serta lelah malah membuatnya terpesona.
“Hei, jangan melamun, Melly! Nanti gosong bajunya.”
“Eh, iya, Bu Lastri.” Melly nyengir.
“Hayooo, mikirin sapa nih? Pacar di kampung?”
“Tidak, Bu.”
“Umurmu berapa? Masa belum punya pacar?”
“Sembilan belas tahun, Bu.”
“Wah, wah, wah, saya sih umur segitu sudah punya anak, Mel. Sekarang anak saya sudah lima, yang paling kecil kelas 3 SMP.”
Melly terkejut. “Hebat sekali, Bu.”
“Iya, saya jadi kangen sama anak-anak dan suami di kampung, nih.”
“Saya juga.”
Bu Lastri menepuk bahunya. “Kamu ini baru beberapa hari di sini sudah homesick. Sudah sana kerja lagi, kalau lelah nanti saya bantu kamu, deh. Stevy juga sedang tidur.”
“Tidak usah, Bu. Saya masih kuat, kok. Bu Lastri istirahat saja.”
“Kalau sudah mau pingsan, kirim sinyal SOS aja ya.”
Ucapan Bi Lastri membuatnya tergelak.
***
“Mellyy!”
“Ya, Nona?” Melly lari tergopoh-gopoh ke ruang tamu. Tadi ia sedang menyiram tanaman di halaman belakang rumah.
“Tolong buatkan 5 sirup limun lalu antarkan ke kamarku. Setelah itu tolong belikan kue di pasar, ya, terserah kue apa saja, kripik juga boleh. Lalu nanti antarkan ke kamarku. Kau naik ojeg saja ke pasarnya, ya.”
“Baik, Nona.” Saat ia sedang berjalan kaki ke pangkalan ojeg, seseorang menepuk bahunya. Yuga.
“Halo, selamat sore. Mau kemana, nih?”
“Ke mana saja boleh.” Melly tersenyum. Dalam hati ia sangat senang karena dapat bertemu dengan Yuga. Sudah satu minggu ia tidak bertemu dengan Yuga, dan hal itu membuatnya rindu pada cowok itu. “Aku mau ke pasar.”
“Ayo kuantar.”
“Naik angkot? Aku mau naik ojeg, soalnya Nona Ita butuh kue buru-buru. Ada temannya.”
“Beres itu.” Saat sampai di pangkalan ojeg, Yuga berbicara dengan seorang tukang ojeg. Tak lama Yuga menghampirinya dengan motor tukang ojeg tersebut. “Ayo naik, aku antar.”
“Ongkosnya?”
“Sudah lunas.”
“Ah, biar kuganti.”
“Tidak perlu. Aku sudah bayar ojegnya, jangan protes lagi. Ayo cepat naik, nanti majikanmu marah karena terlalu lama menunggu kue.”
Melly buru-buru naik motor dan memeluk Yuga erat-erat karena Yuga mengebut sepanjang perjalanan. Setelah sampai kembali di rumah, Yuga tertawa-tawa. “Maaf ya Nona Cantik, aku sengaja mengebut, supaya kau memelukku dengan erat. Nanti malam boleh aku mengajakmu jalan-jalan? Hanya satu jam.”
“Apa?”
“Kau punya handphone?”
“Ya, punya.”
Yuga memberikannya secarik kertas. “Kau misscall nanti ke nomor ini ya, setelah kau senggang.” Yuga mengedipkan mata lalu berlalu kembali ke pangkalan ojeg.
Jantung Melly berdebar dengan kencang. Ia mencengkeram kuat-kuat secarik kertas tersebut.
Malamnya dengan jantung berdebar dan tangan gemetar, ia mengetik sms. “Aku Melly.”
Melly terlonjak karena ternyata Yuga meneleponnya. “Y-ya?”
“Kau bisa keluar rumah sekarang? Aku ingin mengajakmu jalan-jalan.”
“Aku…ya, bisa.”
“Baik, aku tunggu di pangkalan ojeg.”
Melly buru-buru mengganti bajunya. Ia pamitan pada Nyonya Prasetyo akan ke toserba untuk membeli keperluan mandi.
“Baiklah, hati-hati, Mel. Jangan terlalu malam.”
“Baik, Nyonya. Terima kasih.”
Dengan jantung berdebar, penuh perasaan gembira, cemas, dan takut, Melly duduk dibonceng Yuga. Ternyata Yuga membawanya ke pasar malam di sepanjang pinggir kanal. Setelah memarkir motor, Yuga mengajaknya duduk di atas terpal yang tersedia, lengkap dengan meja pendek, lalu memesan makanan dan minuman. “Terima kasih kau mau ikut aku.”
Melly tersipu. “Aku memang ingin jalan-jalan.”
Yuga tertawa. “Aku…aku…eh….”
“Apa?”
“Kau mau tidak, menerima cintaku?”
Telinganya terasa panas, jantungnya terdengar dug dug dug. “Jangan bercanda.”
“Tatap mataku, Melly. Kaulihat apakah aku serius atau tidak.”
Tatapan mata Yuga yang tajam membuatnya luluh. “Kau mau menerimaku apa adanya?”
“Ya, tentu saja. Perasaanku sangat kuat untuk melindungimu. Belum pernah aku seperti ini sebelumnya.”
Melly tersenyum malu. “Baiklah, aku mau menerima cintamu.”
“Sungguh?”
“Iya.”
“Wow!”
“Kenapa?”
“Aku sangat senang sekali sampai-sampai aku ingin memelukmu.”
“Tidak boleh.”
“Ya, aku mengerti.” Yuga menggenggam tangannya. “Terima kasih, Melly. Aku sangat bahagia sekali.”
“Ak-aku juga.” Mereka saling berpandangan dengan mesra.
Malamnya Melly tidak bisa tidur. Saat ia terlelap, ia memimpikan Yuga.
***
Tak terasa setahun sudah Melly berpacaran dengan Yuga. Meskipun mereka hanya berkencan dua minggu sekali, namun mereka sangat menikmatinya dan berjanji untuk saling setia, sampai akhirnya Melly memutuskan untuk cuti pulang kampung. Yuga juga ikut cuti pulang kampung. Kebetulan kampung mereka sama. Melly mengajak Yuga ke rumahnya untuk bertemu keluarganya.
Saat orang tua Melly pertama kali bertemu dengan Yuga, mereka menyambut dengan hangat. Namun saat mengetahui silsilah keluarganya, ayah Melly sangat terkejut. “Kaubilang kakekmu bernama Dantemara?”
“Ya…apakah Om kenal kakek saya?”
“Tentu saja, Om kenal ayah dan ibumu juga, Derry dan Rosmitta, benar?”
Melly mengerutkan kening. “Ayah kenal?”
“Ayah Yuga ini, sepupu Ayah. Jadi kalian masih saudara sepupu. Kalian…tidak boleh menikah.”
Pernyataan tegas ayah Melly membuat jantung Melly serasa nyeri. Sesaat ia merasa sesak napas. “Tapi Ayah….”
“Tidak ada tapi - tapian, Mel. Maaf, Yuga, kau memang sudah berniat baik ingin melamar Melly. Tapi apa boleh buat, kalian tidak berjodoh.”
“Kenapa saya belum pernah bertemu kalian? Dan kenapa ayah dan ibu saya tidak pernah bercerita tentang kalian?” tanya Yuganesya bingung.
“Entahlah, mungkin karena Ayah Om telah menikah lagi setelah Ibu Om meninggal sewaktu Om masih kecil. Terlebih karena kalian tinggal di luar kota, sehingga komunikasi sulit terjalin.”
Sambil mendengarkan Ayah Melly bercerita tentang masa lalu, Melly dan Yuga berpandangan.
“Jadi neneknya Melly dan kakekmu itu kakak-beradik, Yuga. Setelah neneknya Melly meninggal, kakeknya Melly menikah lagi waktu Om masih kecil. Lalu setelah itu, kakekmu jarang mengunjungi kami lagi. Mungkin karena tinggal di luar kota, mungkin segan untuk sekedar berkunjung. Om pun jadi segan untuk berkunjung.”
Yuga diam saja.
“Kalian mengambil cuti 2 minggu ‘kan? Yuga, Kau menginap saja di sini, Besok atau lusa Om sekeluarga akan berkunjung ke rumahmu, untuk menjalin silaturrahim yang sempat terputus.”
Yuga sedikit terkejut. “Baik, Om.” Ujarnya pelan. Ia tersenyum, namun Melly tahu, hatinya menangis, seperti juga hatinya saat ini.
***
Malamnya Yuga tidur di kamar adik Melly, Danwar. Yuga mengiriminya sms, ‘Nona Cantik, cinta kita memang tak direstui, namun aku masih mencintaimu. Apakah kau masih ingin menjalin hubungan denganku?’
‘Bang Yuga serius?’
‘Serius.’
‘Melly mau, Bang, sejujurnya Melly masih belum bisa menerima kenyataan ini….”
Dua hari kemudian Yuga, Melly, beserta orang tua dan adik Melly pergi mengunjungi keluarga Yuga. Perjalanan memakan waktu sekitar satu hari menggunakan bus. Di bus, Melly duduk dengan Ibu dan adiknya sementara Yuga duduk dengan ayah Melly.
Setelah saling melepas rindu antara keluarga Melly dan keluarga Yuga, mereka istirahat dan tidur, menggelar tikar dan kasur di tengah rumah. Sementara Melly tidak bisa tidur ─ sama seperti hari-hari sebelumnya ─ ia pergi ke teras. Ternyata Yuga sedang duduk di tangga teras .
“Aku dan kamu betul-betul sepupu.” ujarnya saat melihat Melly.
“Kita memang sepupu ‘kan?”
“Ya, tapi aku baru merasakan hari ini, saat keluarga kita berkumpul.”
“Lalu?”
Yuga menggeleng sedih. “Aku masih ingin berpacaran denganmu.”
Melly duduk di sebelahnya, bersandar di bahu Yuga. Ia memandang langit malam yang penuh bintang. Terlihat bulan sabit menggantung indah, tidak sesuai dengan perasaan hatinya saat ini. “Bang Yuga, kita putus saja.”
Yuga terdiam lama, sambil memandangi bintang. Lalu ia berdiri, mengajaknya masuk ke dalam. “Sudah jam 1 lewat, sebaiknya kita tidur. Mengenai hubungan kita, nanti saja dibicarakan lagi.” Yuga mengelus kepalanya dengan sayang. “Kau kurang tidur, ya Nona Cantik, sampai ada noda hitam di bawah matamu. Kau tidurlah yang nyenyak.”
Melly mengangguk tersenyum.
Saat Melly kembali bekerja di rumah keluarga Prasetyo, dan Yuga kembali bekerja di pabrik, mereka kembali menjalin hubungan dan berkencan, dengan diam-diam. Sedih, senang, dan takut menjadi satu saat Melly menjalaninya.
Hingga suatu hari setelah enam bulan mereka backstreet. Yuga yang biasanya hanya mengajaknya jalan-jalan di sekitar rumah, kini mengajaknya jalan-jalan ke pantai, jauh dari rumah, sehingga Melly meminta cuti satu hari pada Nyonya Prasetyo dan untungnya beliau mengizinkan, asal ia tidak pulang terlalu malam.
“Pantainya sangat indah, ya!” Melly menghirup aroma laut yang asin.
“Tapi lebih indah kau, Mel.”
Melly tersipu.
“Kau masih saja cantik meski aku telah sering melihatmu. Malah kini tambah cantik.” ujarnya tersenyum. Melly melihat kesedihan di mata kekasihnya itu. Tiba-tiba Yuga memeluknya dengan erat.
“Yuga, malu, ih!”
“Biar saja. Izinkan untuk saat ini saja, biarkan aku memelukmu, Mel.”
“Kenapa?”
Yuga terdiam. Angin mengelus rambut Melly yang panjang, membuatnya berkibar. Saat akhirnya berbicara, suaranya bergetar, seperti menahan tangis. “Maaf, Nona Cantik, maafkan aku.”
“Kenapa, Bang Yuga?”
“Ternyata diam-diam Ibuku telah menjodohkanku dengan seorang wanita pilihannya.”
Melly terhenyak.
“Ia mengetahui hubungan kita, mungkin ibuku tahu saat melihat kita dulu. Karena feeling ibuku sangat kuat. Ia tahu, tapi ia diam saja selama ini. Kemarin Ibuku meneleponku dan bilang bahwa ia tahu aku dan kau backstreet enam bulan ini.”
“Bagaimana bisa?”
“Ibuku mencecarku dengan pertanyaan-pertanyaan, dan akhirnya aku tidak bisa mengelak. Ia bilang begini: ‘kau anakku, aku Ibumu. Aku tahu saat kau berbohong, Nak.’”
Airmata Melly menetes. “Bang Yuga….”
“Maafkan aku, Mel.” Yuga melepaskan pelukannya, ia mengusap airmata Melly. “Kita harus berpisah. Kita memang belum berjodoh di kehidupan ini. Aku tidak ingin mengecewakan ibuku. Apakah kau mau memaafkan aku?”
“Dari awal kita memang salah ‘kan. Kita tidak boleh berhubungan ‘kan….” Melly terisak. “Tidak ada yang perlu dimaafkan, Bang.” Melly mencoba tersenyum, namun tidak bisa. “Se-semoga bahagia, Bang Yu-ga….”
Yuga memeluknya. “Semoga kau bahagia, Mel. Semoga kau menemukan yang lebih baik dari aku….”
“Kapan Bang Yuga menikah?”
“Sebulan lagi.”
Melly betul-betul terhenyak. Secepat itu? Saat Melly menengadah, Yuga tengah menghapus airmatanya yang membasahi rahangnya yang kuat. “Jangan menangis, Bang Yuga. Aku pasti akan mendoakan kebahagiaan untuk Bang Yuganesya.”
Matahari mulai terbenam saat mereka menyusuri pantai sambil bergandengan tangan. Semburat kemerahan memenuhi langit senja. Melly akan mengingat saat ini, dan takkan pernah akan ia lupakan. Mungkin sampai nanti ia punya cucu dan cicit.
Sebulan kemudian saat pernikahan Yuga, Melly dan keluarganya datang. Pestanya sangat meriah namun khidmat. Semoga bahagia, Bang Yuga….Melly menyembunyikan airmatanya yang mulai menetes.

END
Jakarta, 9 Januari 2013
To Melly: Semoga mendapatkan cinta sejatimu.

Selasa, 01 Januari 2013

PREMIERE INSTITUTE. 
LEMBAGA PENDIDIKAN BAHASA ASING dan KOMPUTER serta BIMBEL
untuk semua usia.
Informasi dan Pendaftaran Hubungi:
1. Cabang Pisangan Baru, Jl. Kebon Sereh Barat No.24, Jakarta Timur (Samping SMKN 5).
    Telp: (021) 8591 4981
2. Cabang Cipinang, Jl. Taman Cipinang No.2, Jakarta Timur (samping LP Cipinang).
    Telp: (021) 2906 7400
3. Cabang Cilandak, Jl. M. Kahfi I No. 7A, Cilandak, Jakarta Selatan
    Telp: (021) 789 0350

Send email: premiere.institute@gmail.com