Kuningan, 14 juli 2009
Laut biru kelam, seperti menyatu dengan langit yang
biru cerah.
“Kamal, ini eskrimnya.”
“Alicia?”
“Kamal lupa ada aku, ya?”
Kamal tersenyum. “Tentu saja tidak.
Aku hanya berpikir betapa indahnya warna laut, memikat.”
Alicia duduk di sebelah Kamal.
“Benarkah?” Alicia memandangi laut. “Ya…apakah Kamal ingin bertemu putri duyung
yang cantik?”
Kamal tertawa. “Apakah ada putri
duyung dewasa yang cantik?”
Alicia mencibir, “anak kecil saja
tahu kalau itu hanya dongeng, dasar Kamal bodoh.”
“Begitu, ya. Kalau begitu, anak
kecil, panggil aku Paman.”
“Tidak mau. Hanya beda 6 tahun saja.”
“Mal, Kamal, Kamal!”
Kamal terjatuh dari tempat tidurnya.
Ia mengaduh kesakitan sambil meraba – raba bagian tubuhnya yang sakit dan
sepertinya memar.
“Hei, kau tidak apa – apa?” tanya
Jaka, sahabatnya. Ia membantunya berdiri. “Aku tidak bermaksud membuatmu
terjatuh. Kau sepertinya mengigau lagi.”
Kamal mengacak – acak rambutnya.
“Mengigau lagi?” samar – samar ia ingat mimpinya. Alicia. Gadis kecil yang
usianya 6 tahun di bawahnya dan selalu membuntutinya, sampai seminggu yang
lalu, Kamal hampir memerkosanya! Dan sejak itu, setiap hari ia selalu
memimpikan kejadian itu. Kamal sangat menyesalinya!
“Sepertinya beberapa hari ini kau
mengigau terus. Kau bilang, ‘Alicia, maafkan aku…’” Jaka mengangkat bahu.
“Alicia itu nama teman kecilmu yang selalu mentraktirmu ‘kan?”
Kamal tersenyum lemah. “Ah, ya,
benar.”
“Apa yang terjadi?” Jaka menyodorkan
secangkir kopi yang masih mengepul.
“Aku hampir memerkosanya.”
Kamal tahu saat ini Jaka sedang
terbengong – bengong tak percaya. Tapi Kamal tidak mau menatap Jaka. Ia lebih
memilih menunduk, memandangi kopinya.
“Kau bercanda ‘kan?”
“Tidak. Aku jahat, kejam, pedofil,
sadis…!”
“Kamal!” Jaka mengguncang bahu
sahabatnya. “Tenanglah. Aku tidak menganggapmu begitu, aku hanya terkejut.
Ceritakan secara perlahan saja.”
Kamal terisak. “Awalnya, dua tahun
yang lalu, aku hanya menganggap Alicia tak lebih sebagai anak kecil, teman
kecil yang lucu dan menyenangkan. Tapi entah kenapa, tiba – tiba saja di
usianya yang ke -15 ini, mulai terjadi perubahan pada tubuhnya. Ia seperti
menjelma menjadi seorang putri, sangat cantik, dan aku tidak bisa memandangnya
sebagai teman kecil lagi!
Lalu pada suatu malam, ia mengenakan
pakaian yang minim, membuatnya tampak sangat seksi. Aku tak bisa melarangnya
untuk berganti pakaian, karena aku bukanlah orangtuanya. Aku benar – benar
cemburu karena sepanjang menonton bioskop dan makan malam, aku merasa semua
pria menatapnya. Saking cemburunya, aku menciumnya dengan paksa di mobil di
garasi rumahnya. Lalu…lalu aku…” Kamal tidak sanggup untuk meneruskan
ceritanya. Ia menangis seperti anak kecil. “Aku berhenti setelah ia menamparku
sangat keras. Lalu aku segera berlari pulang tanpa menghiraukan keadaannya....”
“Ternyata Kamal seorang manusia.”
“Apa? Tentu saja aku…”
“Kau mencintai Alicia?”
“Ya…! Tapi Alicia terlalu muda…”
“Tidak ada kata ‘tetapi’ dalam cinta,
Sobat. Kau tidak berusaha minta maaf dan menemuinya?”
“Aku tidak berani…aku takut ia
membenciku. Sepertinya ia tidak mau menemuiku lagi.”
“Kau ‘kan belum mencoba. Lagipula aku
bosan mendengar igauanmu itu setiap hari…” Jaka tersenyum.
Kamal bolos kuliah. Ia mendatangi
sekolah Alicia.
“Kau pacar si Alice ‘kan?” tanya
seorang cewek seumur Alicia.
“Bukan, aku teman Alicia.”
“Yah, sama saja. Pokoknya kau itu
cowok ganteng yang selalu dipamerkan dan dibanggakan oleh Alice. Hm, lebih
cakep dari dekat.” Cewek itu meneliti dengan angkuh.
“Ah, kau pasti Tricia.”
“Benar, kau tahu darimana?”
Tiba – tiba Kamal melihat Alicia berdiri
tidak jauh dari mereka. Lalu saat Kamal bermaksud memanggilnya, Alicia berlari
ke arah mobil yang menjemputnya. Kamal mengejarnya.
“Alicia, tunggu!” Kamal berhasil
meraih pergelangan tangan Alicia.
Alicia membelakanginya. “Lepaskan
aku, bukankah kau sedang mengobrol dengan Tricia?”
“Tidak, dia yang duluan menyapaku
saat aku sedang menunggumu. Aku mau bicara…”
“Kau bawa motor?”
“Kau bawa motor?”
“Ya, aku pinjam punya Jaka.”
“Baiklah, sebentar.” Alicia pergi
menuju mobilnya, berbicara dengan supirnya, lalu mobil itu pergi meninggalkan
mereka. Alicia berjalan ke arahnya, tapi tidak menatap ke arahnya. Kamal sangat
ingin memeluk Alicia, meminta maaf. “Ada apa?”
“Ayo kita ke pantai.”
“Aku tidak bawa pakaian ganti.”
“Aku bawa.” Kamal menunjuk ranselnya,
lalu meminta Alicia mengikutinya ke motornya.
Sepanjang perjalanan mereka tidak
mengobrol. Tapi Kamal berpikir bahwa Alicia mau ikut ke pantai saja sudah
merupakan hal yang bagus. Berarti Alicia tidak membencinya, syukurlah!
Satu jam kemudian mereka telah duduk
bersantai di pasir pantai. “Alicia, terima kasih mau ikut ke sini.”
“Bukankah aku selalu mengikutimu?
Lagipula aku senang kau mau mengajakku.”
“Ya, tapi sejak…” Kamal menarik
napas. “Aku benar – benar minta maaf soal di garasi itu. Aku telah
melecehkanmu…”
“Tidak!”
“Apa?”
“Kau tidak melecehkanku. Aku…aku
malah senang kau melakukannya. Itu memang yang selalu kuharapkan. Hanya saja,
aku sedikit terkejut…maafkan aku telah menamparmu…”
Kamal tertegun mendengar pernyataan
Alicia. “Maksudmu?”
“Selama seminggu ini aku terus menyesal
karena telah menamparmu, tapi aku tidak berani menemuimu untuk meminta maaf.
Aku kira kau membenciku…dan aku senang karena kau datang untuk menemuiku!”
Alicia membiarkan rambut panjangnya tertiup angin, sehingga acak2an dan
menutupi wajahnya yang cantik.
“Kau senang aku menciummu?”
Alicia menunduk, suaranya pelan. “Eh,
ah, ya. Sangat menyukainya.” Lalu ia mengangkat wajahnya menatap Kamal. Matanya
yang cokelat terang terlihat berbinar – binar dan pipinya merona, sungguh
cantik. “Akhirnya kau menganggapku wanita.”
Jantung Kamal berdebar kencang. Ia
menarik kepala Alicia dan mencium dahinya. Ia tersenyum senang bercampur lega.
“Aku tidak pernah menganggapmu anak kecil lagi sejak ulang tahunmu yang ke-15 sebulan yang lalu.”
Alicia memeluknya, tapi Kamal mendorongnya
menjauh. Alicia tertawa. “Bagaimana menurutmu, si Tricia?”
“Hmmm…” Kamal pura – pura berpikir.
“Cantik.” Kamal tersenyum. “Tapi satu hal yang pasti, dadaku tidak berdebar
saat bersama Tricia. Hanya di dekatmu saja dadaku berdebar.”
“Iya, aku tahu.”
Kamal mengacak – acak rambutnya. “Kau
pede sekali?”
“Yah.” Alicia berbaring di pasir.
“Entah kapan persaingan dengan Tricia akan berakhir. Dia selalu memusuhiku,
padahal aku sudah mulai menyukai komentar – komentar pedasnya.” Alicia
tersenyum. “Sejak membaca komik yang ada kalimat, ‘Seseorang membenci orang lain karena ia tidak mengenal baik
orang itu’, aku jadi berpikir ulang tentang
Tricia. Ia mempunyai banyak kecocokkan denganku.”
“Baguslah.” Kamal tersenyum, “memang saat tadi melihat
Tricia, aku melihat kalian sedikit mirip. Cantik, angkuh, percaya diri, agak
centil…” Kamal mengaduh karena Alicia mencubitnya. “Kau tahu, akhirnya Jaka
jatuh cinta pada tetangga yang gemuk itu, Mary.”
Alicia tertawa, “benarkah? Itu bagus
sekali. Sepertinya ia kemakan omongannya sendiri.”
Kamal ikut tertawa. “Sepertinya
begitu. Mary gadis yang baik dan jago masak. Dan saat pertama melihatnya, entah
kenapa aku berpikir ia cocok untuk Jaka.”
“Saat pertama kali melihatku, apakah
kau berpikir sperti itu juga?”
“Tidak…” Kamal memandangi Alicia
sangat lama. Benar – benar cantik.
“Saat menolongmu di laut ini dua tahun yang lalu, kupikir kau putri duyung
kecil…”
“Hah? Huu, Kamal bercanda.”
“Benar, waktu itu rambutmu yang
panjang hingga mencapai pinggang mengambang di air laut, seperti memanggilku…”
“Sekarang rambutku sebahu.”
Kamal meraih rambut Alicia yang
terurai di pasir pantai. “Ya, sekarang putri duyung kecil itu telah menjelma
menjadi putri duyung dewasa yang cantik, seperti yang ingin kutemui selama
ini…”
Wajah Alicia merona. “Benarkah?”
“Benar…Alicia…” Kamal menatapnya
mesra.
“Y-ya…?”
“Rambutmu kotor, penuh pasir.”
Alicia langsung bangkit duduk. “Dasar
tidak romantis.”
Kamal tertawa senang. “Bagaimana
kalau hari ini kita ikut makan malam dengan Jaka dan Mary di rumah Mary?
Masakannya benar – benar lezat!”
“Lebih lezat dari koki mana pun?”
“Ya. Kau pasti akan menyukai
masakannya dan juga orangnya.”
“Huu, aku sedikit cemburu.”
Kamal tertawa sambil membantu Alicia
berdiri. Tapi bukannya menggandengnya, ia malah menggendong Alicia.
“Kamal, apa – apaan, sih, turunkan
aku!”
“Aku ‘kan sedang menggendong putri
duyung dewasa yang cantik, aku takut akan ada yang menculiknya.”
“Aku takkan kemana – mana…” Alicia
berdehem. Wajahnya memerah seperti kepiting rebus saat mengucapkan, “aku milikmu
sepenuhnya…”
Kamal semakin erat memeluknya, “aku
mencintaimu…”
“Aku juga…”
Lalu Kamal mencium bibirnya, kali ini
dengan perlahan.
“Kamal.”
“Ya?”
“Aku ingin ciuman yang seperti di
garasi itu…”
Kamal hampir menjatuhkan Alicia ke
pasir. Wajahnya memerah dan terasa panas. “I-itu nanti…kalau kita hanya sedang
berdua…”
Alicia tersenyum. “Baiklah, aku
tunggu.”
Kuningan, 15 Juli 2009
CODET
Tidak ada komentar:
Posting Komentar