LUNA
“Kau
pasti Luna.”
“Ya.” Luna tersenyum bisnis.
“Dan kau pasti Lorcan.” Luna memperhatikan bahwa pria di hadapannya ini
memiliki mata terindah yang pernah dilihatnya. Mata itu berwarna cokelat
keemasan. Dan mata itu kini tengah menatapnya dengan tajam.
“Sebenarnya, sebelum kita mulai…
ada yang ingin kutanyakan. Apa nama aslimu Luna?”
Luna sedikit mengerutkan
keningnya. Ia tersenyum. “Tentu saja.”
“Ah…” Mata pria itu menelusuri
tubuh Luna yang mengenakan kemeja katun putih yang lengannya dilipat sampai ke
siku. “Kurasa nama itu tidak pantas… mengingat profesimu.”
Luna menatap marah pria di
hadapannya ini. Ingat, Luna, pria ini
kaya. Bayarannya mahal. Luna tetap memasang senyum bisnis. Ia meraih
segelas jus jeruk di hadapannya dan menyiramkannya ke wajah Lorcan.
Lorcan menjerit kaget. “Kurang
ajar!”
“Kau yang kurang ajar!” Luna
bangkit dan hendak meninggalkan café,
namun Lorcan mencekal lengannya. “Lepaskan, brengsek!”
“Kau sudah membuatku rugi. Jus
jeruk terbuang, dan kau sama sekali belum menyentuh makananmu, tetapi aku tetap
harus membayar pada kasir,”
desisnya tajam. “Aku tidak ingin waktuku terbuang hanya untuk mencari wanita
lain. Kau harus ikut aku!”
Luna berhenti meronta karena
Lorcan sangat kuat memeluk pinggangnya walaupun hanya dengan sebelah tangannya.
Sementara tangannya yang lain memberikan dua lembar seratus ribuan pada kasir.
Dengan kasar Lorcan mendorong Luna masuk ke Panther-nya. Lalu ia mengitari mobil dan
duduk di belakang kemudi.
“Kau pria kaya pelit.”
Lorcan meliriknya sebelum
menjalankan mobil. “Sebenarnya bukan masalah uang jus jeruk dan lasagna yang kaupesan. Aku telah
membayar mahal pada temanku yang merekomendasikanmu. Ternyata kau wanita yang
tidak punya etika.”
“Kau yang tidak punya etika.”
Luna menahan amarahnya.
“Aku hanya mengemukakan
pendapatku. Lagipula… pembeli adalah raja, bukan?” Lorcan tersenyum dingin.
“Lalu, apa maumu?”
“Sebentar.” Lorcan menghubungi
sebuah nomor handphone. “Halo, Gust!
Di mana kau?” tanyanya marah. “Aku tidak menginginkan Luna! Aku meminta uangku
kembali, atau kau harus mencarikanku wanita lain!”
Luna terkejut saat Lorcan melempar
handphone-nya keluar jendela ke
jalanan. “Agust menghubungiku dan ia bilang padaku bahwa ada temannya yang
membutuhkan jasaku. Tapi aku tidak benar-benar mengenal Agust. Kami hanya
berkencan dua kali, dan itu pun sudah seminggu yang lalu.”
“Sialan! Katanya kau hebat di
tempat tidur! Tapi ia tidak bilang bahwa kau sama sekali tidak punya etika!”
“Kau yang cari gara-gara!
Seandainya kau bersikap lebih baik, pasti segalanya akan berjalan lancar.” Luna
menatap marah pada Lorcan yang sedang mengemudi. “Kalau dilihat, tampangmu itu
lumayan tampan.”
“Bukan lumayan tampan, tapi
sangat tampan.”
Luna nyengir. “Ngomong-ngomong… kau
pria haus seks, ya?”
Meskipun sedikit terkejut,
pandangan Lorcan tetap fokus pada jalanan di depannya. “Aku sedang stres.
Pacarku yang sangat kupuja… selingkuh.”
“Ya, ampun, kasihan sekali…”
Lorcan tahu Luna sedang
menyindirnya. Tapi entah kenapa, ia ingin mencurahkan isi hatinya pada seseorang.
Dan kini di dekatnya hanya ada seorang pelacur. “Aku benar-benar sakit hati.”
“Aku bersedia menghiburmu,
sepertinya kau sangat menderita.”
Lorcan menghentikan Panther-nya di tepi jalan. Ia menoleh
pada Luna dan menatapnya. “Benar, aku sangat menderita. Brengsek!” Lorcan
meninju stir mobil. “Padahal aku memercayai mereka, tapi…”
“Mereka? Apakah pria yang
menjadi selingkuhan itu… sahabatmu?”
Lorcan menggeleng muram.
“Kakakku.”
Luna sangat terkejut mendengar
jawaban Lorcan. Spontan tangannya terulur untuk mengelus rambut Lorcan yang
lembut dan bergelombang, serta sangat hitam.
Lorcan meraih tangan Luna.
Matanya yang cokelat keemasan menatap Luna tajam dan entah kenapa, membuat
jantung Luna tiba-tiba berdebar dengan sangat kencang. Bibir pria itu yang
berlekuk sensual mendarat kasar di bibir Luna. “Ayo ke hotel.”
Dengan kasar Luna mendorong
Lorcan, membuat keduanya sama-sama terkejut. “Eh, aku… aku tidak mau…”
“Apa maksudmu?” Lorcan menautkan
alisnya yang hitam tebal sehingga menyatu di tengah. “Bukankah tadi kaubilang
bahwa kau bersedia untuk menghiburku?”
“I… iya…. ” Luna mundur ke pintu
mobil. “Tapi aku berubah pikiran. Aku… akan mencarikan temanku untukmu.”
“Aku tidak punya waktu. Aku
menginginkan… wanita… sekarang.” Lorcan menarik tangan Luna.
Luna berusaha bertahan. “Tidak,
kumohon!” Mata Luna berkaca-kaca. Wajahnya terasa panas dan jantungnya berdegup
dengan kencang. Kepalanya terasa pusing dan dadanya terasa sesak. Luna bingung
dengan apa yang sedang terjadi padanya. “Aku mau turun di sini!”
“Ada apa denganmu?”
Luna menggigit bibirnya.
“Kumohon, biarkan aku turun!”
“Tenanglah…” Lorcan tetap
memegang tangan Luna. “Bukankah kau sudah terbiasa melakukannya?”
Luna berusaha untuk bernapas
dengan tenang. Suaranya bergetar saat berkata, “Aku tidak tahu… saat ini aku
merasa pusing. Aku… aku tidak enak badan.”
“Kau… sedang hamil? Mau ke
dokter?”
“Aku tidak mau ke dokter! Dan
aku tidak hamil. Aku… selalu minum pil.”
“Baiklah…” Lorcan melepaskannya.
“Telepon temanmu, tapi yang bagus dan… beretika.”
***
Luna
memandangi pantulan dirinya di cermin kamarnya.
“Luna, hari ini kau dapat
berapa?”
Luna berbalik. “Hari ini aku
tidak dapat.”
“Bodoh!” Prido menjambak
rambutnya. “Kalau kau jarang mendapat pemasukan, aku tidak bisa membayar uang
kuliahku!”
“Lepaskan, aku sudah muak,
Prido! Seharusnya kau yang bekerja, bukan aku!”
“Gara-gara menikah denganmu, aku
jadi menderita!”
“Jika kau tidak membuatku hamil,
kau tidak perlu menikahiku!”
“Aku? Bukankah kau juga
menginginkannya? Kau sangat menikmati pelukanku!”
Luna menggigit bibirnya menahan
tangis.
“Sekarang, pergi cari uang!
Kalau kau belum mendapatkannya, jangan pulang!”
Luna mengambil tasnya dan
bergegas pergi. Ia berjalan menyusuri gang sempit dan becek menuju tempat
pemberhentian bus. Lalu ia melihat Agust.
“Hai. Di mana Lorcan? Handphone-nya tidak aktif. Saat tadi ia
menghubungiku, aku sedang rapat, jadi aku tidak bisa berbicara terlalu lama
dengannya.”
“Dia… bersama temanku.”
“Oh, begitu. Eh, kau menangis?
Apa Lorcan berlaku kasar padamu?” tanya Agust khawatir.
“Tidak.”
“Mau menemaniku?”
Luna memandangi trotoar di
bawahnya. “Baiklah.”
***
Air
mata Luna menetes dan mengalir ke pipinya yang lembut. Ia bangkit dan meraih
jubah tidurnya. Ia berjalan ke balkon. Langit di atasnya hitam kelam tanpa
bintang, namun ada sepotong bulan menemani. Luna memandangi jalanan di
bawahnya. Saat ini ia berada di lantai 6 sebuah hotel termahal di kotanya.
“Luna?”
Luna menoleh. Ia terkejut
mendapati Lorcan di balkon di sebelah kamar hotel yang sedang ditempatinya.
“Lorcan…” Jantungnya langsung berdegup dengan kencang.
“Kau benar-benar tidak tahu
etika!”
“Ap-apa?” Luna melangkah mundur.
Lorcan melompat ke balkon Luna.
“Kau ini kenapa? Kau melakukannya dengan pria lain, tetapi kenapa kau tidak mau
melakukannya denganku?”
“Aku…”
“Kita sepertinya berjodoh.”
“Lepaskan!” Luna tidak berani
menatap mata Lorcan.
“Luna, ada apa?”
“Agust!” Lorcan terkejut melihat
Agust. “Aku tidak peduli kau sudah melakukannya atau belum dengan Luna, aku
menginginkan Luna sekarang!” Lorcan menarik Luna masuk ke dalam kamar.
“Hei, sebentar, Sob, kenapa kau
ada di kamarku?”
“Apa pedulimu?” Lorcan menarik─hampir menyeret─Luna ke arah pintu kamar.
“Aku belum membayar Luna!”
“Aku yang akan membayarnya!”
Lorcan membanting pintu kamar tepat di depan hidung Agust. Lalu ia menarik Luna
ke kamar hotelnya. Setelah mereka berada di dalam kamar, pria itu mengunci
pintu kamarnya. Ia mengurung Luna ke pintu kamar hotel. “Aku tidak mengerti…”
“Di mana temanku?”
“Sudah pulang.”
“Setelah bercinta dengan temanku,
apa kau masih haus seks?”
“Ya. Padamu!”
Wajah Luna terasa panas. Ia
berharap dalam kamar yang temaram ini Lorcan tidak dapat melihat wajahnya─yang pasti memerah─dengan jelas.
“Jelaskan padaku! Kenapa kau
tidak mau tidur denganku?”
“Tidak…” Jantung Luna berdegup
dengan kencang di bawah tatapan tajam Lorcan.
“Kau… jatuh cinta padaku?”
“Itu tidak mungkin!” Luna
berteriak. Lalu ia menggigit bibirnya.
“Aku… tidak bisa melakukannya
dengan temanmu.” Napas Lorcan yang beraroma mint
menerpa wajah Luna.
“Kenapa?”
Tangan Lorcan yang besar dan
kuat mengelus pipi lembut Luna. Ia tersenyum lembut menatap Luna. “Kami hampir
melakukannya, tapi tiba-tiba saja aku mengingatmu. Aku sendiri tidak mengerti…”
Lorcan menjauh. “Sejak kita berpisah sore tadi… aku…”
“Tidak usah merayuku…”
“Aku tidak sedang merayumu.”
Suara Lorcan terdengar sangat lembut di telinga Luna. “Maukah kau meninggalkan
pekerjaanmu dan… menikah denganku?”
Luna membelalak terkejut. Ia
mencoba melihat mata Lorcan, apakah pria ini sedang bercanda atau serius.
“Kenapa?”
“Aku juga tidak tahu… tapi aku
tidak bercanda. Aku sungguh-sungguh, Luna.”
“Aku kotor…”
“Aku tidak peduli, Luna. Aku
ingin kau menjadi istriku, ibu dari anak-anak kita nanti. Tadinya aku bermaksud
untuk mencarimu, tapi kebetulan kita bertemu di sini.”
“Aku tidak bisa.” Luna merasa
sesak. “Aku tidak bisa, Lorcan. Aku sudah menikah…”
“Aku tidak peduli!” Lorcan
tertegun. Ia menatap Luna bingung. “Kau sudah menikah?”
“Ya, karena itu…”
“Apa maksudmu? Kau sudah
menikah, tapi melacurkan diri? Apakah suamimu mengetahuinya?”
Luna menunduk. Ia tidak tahu
harus menjawab apa.
“Luna…”
“Biarkan aku pergi, Lorcan.”
“Tidak, sebelum aku puas
denganmu!” Dengan kasar Lorcan menyentakkan jubah Luna sehingga menampakkan
tubuh telanjangnya.
***
“Uangnya
banyak sekali, Luna!” Prido tertawa senang.
“Ya, dan aku mau kita bercerai,
Prido!”
“Cerai? Kau sudah menghancurkan
hidupku lalu kau mau pergi begitu saja?”
“Aku mohon padamu, Prido.
Biarkan aku pergi…” Luna menahan tangisnya.
“Tidak!”
“Sudah tidak ada cinta di antara
kita. Kau hanya menyakitiku saja, Prido.”
Prido tersenyum licik. “Boleh.
Asal kau harus membayarku dua puluh juta untuk uang cerai.”
“Apa kau gila? Seharusnya kau
yang memberiku uang!”
“Luna!”
Luna membelalak terkejut
mendengar suara Lorcan. Ia menoleh ke arah pintu rumahnya. “Lorcan?”
Lorcan menatap Prido dengan
tatapan yang belum pernah Luna lihat sebelumnya. “Kau suami Luna?”
“Ya. Siapa kau sembarangan masuk
ke rumah orang? Oh, kau pelanggannya?”
“Bajingan!” Dengan cepat Lorcan
meninju Prido.
“Lorcan, hentikan!” Luna
berteriak panik.
Darah segar mengalir dari hidung
dan mulut Prido. Tiga giginya patah. “Kau…!”
“Kau harus menceraikan Luna! Dia
istrimu dan kau memperlakukannya seperti sampah! Aku tahu yang kauinginkan
adalah uang! Ini lima puluh juta!” Lorcan melempari berlembar-lembar uang
kertas seratus ribuan. “Kami akan datang lagi untuk mengurus surat perceraianmu
dan Luna!” Lorcan menarik tangan Luna. “Ayo pergi!”
“Lorcan?”
Lorcan membawa Luna menyusuri
gang dan membawanya ke mobil yang diparkir di depan sebuah mini market. Lorcan
menghela napas. “Aku mau minta maaf, Luna. Aku telah memperlakukanmu dengan
buruk di hotel semalam…”
“Tidak apa-apa, aku mengerti…”
Luna menunduk selama Lorcan mengemudi.
“Aku sangat menyesal. Saat aku
bangun tadi pagi, kau telah pergi. Aku sangat menyadari bahwa kau mencintaiku,
Luna. Aku dapat merasakannya saat kita bercinta semalam. Aku meminta nomor
temanmu pada Agust. Maaf, aku menelepon temanmu untuk mencari informasi tentang
kehidupan rumah tanggamu. Dan temanmu itu telah menjelaskan semuanya…”
Luna terisak. “Dulu sewaktu
pacaran, Prido sangat baik…”
Lorcan menghentikan Panther-nya di tepi jalan yang sepi.
Lalu pria itu merengkuh Luna ke dalam pelukannya. “Aku mencintaimu, Luna. Dan,
sejujurnya…” Lorcan tersenyum lembut, “…sejujurnya namamu secantik wajahmu.
Perlahan bibir Luna tertarik ke
atas, membentuk seulas senyum malu. “Aku juga… mencintaimu. Rasanya aneh, baru
kemarin kita bertemu, dan aku langsung jatuh cinta padamu. Ini… ini tidak masuk
akal…”
“Ya, memang. Bukankah cinta
memang tidak masuk akal?” Lorcan tertawa. “Kita akan mengurus perceraianmu
dengan Prido, lalu kita akan menikah.”
Luna memeluk Lorcan. Ia menangis
bahagia. “Terima kasih Tuhan… aku mencintaimu, Lorcan.”
Lorcan memeluknya dengan erat.
“Semoga kita akan berbahagia, Luna, selamanya…”
END
7 April 2005
CodÉt
Tidak ada komentar:
Posting Komentar