DIANI & REDI
Diani
memanjat pohon lalu melompat ke pagar tembok sekolah. Setelah itu ia bersiap
melompat ke halaman sekolah, ke tanah berumput di bawahnya. Saat akan melompat,
ia mendengar teriakan teman sekelasnya, Redi,
“Oi, underwear-mu kelihatan, tuh!”
Karena terkejut oleh teriakan
Redi, Diani terpeleset, dan terjun tanpa persiapan. Untungnya dengan sigap Redi
langsung berlari dan menangkap Diani. Keduanya menghela napas lega setelah Redi
berhasil menangkap Diani. Setelah Redi menurunkannya di tanah berumput, Diani
meninju bahunya dengan kesal. “Kenapa kau mengejutkanku seperti tadi? Aku
hampir saja celaka!”
“Salahmu sendiri! Siapa suruh
masuk ke sekolah lewat tembok belakang sekolah! Makanya jangan kesiangan!” seru
Redi sama kesalnya. “Lain kali jangan lewat tembok belakang sekolah lagi,
berbahaya. Ayo cepat masuk ke kelas!”
Diani cemberut. Ia enggan
berterima kasih dan meminta maaf pada Redi. Ia hanya mengambil tasnya yang
terjatuh di rerumputan dan bergegas mengikuti Redi ke kelas mereka di kelas 2-9.
Si jelek itu kenapa, sih? Kenapa
dia ada di halaman belakang, sih? Kenapa bukan siswa lain? Misalnya Udin? Atau
Amir? Kenapa harus Redi?
***
Bel
berdentang empat kali dan Redi si KM langsung bergegas keluar kelas. Lima menit
kemudian ia kembali ke kelas untuk memberikan pengumuman. Karena teman-temannya
di kelas terus saja ribut tidak mendengarkannya─maklum,
gurunya absen─akhirnya
Redi menarik meja ke depan kelas, menaikinya, lalu ia nge-dance. Karena aksi konyolnya, teman-temannya berhenti ribut dan
semua memperhatikan Redi dengan tatapan aneh.
Redi tersenyum lebar. Ia
berhenti nge-dance lalu berdehem
sebelum memberikan pengumuman, “Terima kasih kalian semua telah sudi untuk
menoleh pada daku. Begini, berhubung tanggal 17 Agustus nanti akan diadakan
berbagai macam perlombaan, daku mau membuat daftar, siapa saja di antara kalian
yang berminat untuk mengikuti perlombaan?”
Hening. Lalu teman-teman
sekelasnya tertawa terbahak-bahak. Di antara mereka ada yang mengangkat tangan
dan mendaftar untuk mengikuti lomba.
Diani tertawa terbahak-bahak
melihat tingkah Redi. Ia sampai menitikkan air mata. Lalu ia berhenti tertawa
dan membelalakkan matanya pada Redi karena ia melihat namanya tertulis di white board; BALAP KARUNG: Diani, Misti,
Saidin, Andrian.
“Red, siapa yang mau balap
karung? Aku kan tidak mendaftar!”
Redi menyeringai, “Kalau aku
tidak salah ingat, kau itu juara balap karung tahun lalu kan?”
“Iya, memang, tapi bukan
berarti…”
“Sudah, kau ikut saja, Ni,
bareng aku.” Misti mengacungkan jempolnya. “Oke?”
Akhirnya Diani setuju, walaupun
ia masih menggerutu. Uh, sebel! jerit Diani dalam hati.
***
Besoknya
Diani datang satu menit sebelum bel masuk berdentang.
“Tumben, Ni… selamat, ya, kau
tidak telat.” Redi menarik tangan Diani lalu menjabat tangannya. “O ya, kau
sudah sarapan?” Melihat Diani menggeleng, Redi mengeluarkan 2 bungkus roti dari
dalam tasnya. “Mau, Say? Rasa stroberi atau keju?”
Diani yang lapar langsung
mengambil roti rasa stroberi dari tangan Redi. “Thanks.”
Redi tersenyum dan berkata,
“Kalau butuh sesuatu, bilang saja, ya?”
Diani tertegun sejenak. Ia
berpikir dengan keras. Sepertinya ada yang aneh? Apa, ya? tanyanya dalam hati.
Saat istirahat siang, Redi
mengajak Diani makan di kantin. “Aku yang traktir, mau ya?” Tanpa menunggu
jawaban Diani, Redi memesan dua mangkuk mie ayam.
Diani tersadar. Yang aneh itu
sikap Redi padanya! Ada apa dengan Redi? Apa dia kerasukan sehingga berubah
baik padanya? Atau… dia ini ada maunya?
“Kenapa kau menatapku seperti
itu? Baru sadar kalau aku ini super ganteng?”
“Iya.” Diani tersenyum. “Kau
super ganteng, kalau dijajarkan dengan babon.”
“Apa?” Redi nyengir. “Eh… tapi…
kau manis, deh.”
“Aku memang manis. Kenapa
memangnya?”
Redi tersenyum dan menatap
Diani, “Kau maniiiiiss, deh! Tidak ada yang mengalahkanmu!”
Diani mengerutkan alisnya. Ia
memegangi dahi Redi. “Red, kau panas. Aku antar ke UKS, ya…”
Redi terbahak-bahak. Ia menepis
tangan Diani dengan pelan, mengambil mangkuk mie ayam yang diberikan oleh si penjual,
dan mulai makan.
Diani tertegun sejenak lalu
mulai ikut makan. Sialan, sepertinya ia dikerjai oleh Redi!
***
Malamnya,
Diani mendapat telepon dari Redi. Redi memintanya untuk membawa buku paket
sejarah besok karena ia ingin meminjamnya. Diani mengiyakan. Diani bermaksud
untuk menyudahi pembicaraan namun Redi malah mengajaknya mengobrol.
Keesokan harinya di kantin saat
istirahat, Rani anak kelas 2-6, tiba-tiba mendekati Diani. Ia bertanya, “Redi
KM di kelasmu itu… sudah punya pacar, belum?”
“Redi? Aku tidak tahu… Kenapa
memangnya? Eh, jangan-jangan kau suka padanya?”
“Iya.” jawab Rani tegas.
Diani hampir tersedak jus jeruk
yang sedang diminumnya demi mendengar jawaban Rani. Ya, ampun, ada juga yang
naksir si jelek itu? Tiba-tiba Diani ingin mengusili Rani. “Eh, sebetulnya…
Redi itu… pacarku.” Diani tersenyum geli saat melihat ekspresi Rani yang berubah
masam.
“Oh, jadi kalian sudah jadian,
ya? Pantas kulihat kalian makan mie ayam dengan mesra… Ah, tapi masa sih…”
“Kenapa kau tidak percaya? Redi
itu sangat tergila-gila padaku…”
Tiba-tiba Redi sudah duduk di
sebelah Diani. Ia merangkul Diani namun kaki kirinya menginjak kaki Diani, membuat
Diani meringis kesakitan.
“Benar, aku mabuk kepayang pada
si Nona manis ini…” Redi semakin merapat pada Diani. Rani yang melihat hal itu
merasa kesal dan segera angkat kaki dari hadapan mereka. Setelah Rani hilang
dari pandangan, Redi langsung melepaskan rangkulannya. Ia melotot pada Diani.
“Kau jangan seenaknya mengarang cerita bodoh, dong! Untung saja dia bukan cewek
idamanku. Kalau kau begitu lagi, apalagi terhadap cewek idamanku, aku takkan
segan menghajarmu!” Redi langsung beranjak dan pergi dari kantin.
Ih, si Redi aneh sekali, sih!
Kemarin manis-manis, sekarang galak lagi! Uh, dasar cowok menyebalkan!
***
Diani
mengerjapkan matanya dengan bingung dan jantungnya berdebar dengan kencang. Ia
sangat terkejut karena beberapa saat setelah bel tanda sekolah usai berdentang,
ia mendapat pernyataan cinta dari adik kelasnya! Diani menyeka peluh di
dahinya. “Maaf, aku tahu kalau kau itu kelas satu… tapi… aku tidak tahu
namamu…”
“Namaku Sendy, Kak…” Sendy
tersenyum manis.
“Diani ini pacarku.” Dengan santai
Redy merangkulnya. Ia tersenyum pada Sendy. “Kalau tidak salah kau Sendy dari
kelas 1-1, benar?”
Sendy melotot pada Redi.
Wah, berani benar dia melotot
pada seniornya? pikir Diani kagum pada Sendy. Diani ingin sekali menginjak kaki
Redi dan menghapus kesalahpahaman itu. Namun di sisi lain, itu akan menjadi
alasan yang bagus bagi Diani untuk tidak terang-terangan menolak Sendy. “Ma-maaf,
Sendy…”
Sendy tersenyum manis pada
Diani. “Tidak apa-apa, Kak, aku yang salah… karena tidak tahu kalau Kak Diani sudah
punya pacar. Kalau begitu, aku permisi, Kak…” Dengan sopan Sendy pergi dari
hadapan Diani dan Redi.
Diani menghela napas. Lalu ia
menyingkirkan lengan Redi dan menatap tajam pada cowok itu. “Aku tahu kau mau
balas dendam padaku. Tapi sayang, tindakanmu barusan malah sangat membantuku.”
“Tadi aku melakukannya bukan
untuk balas dendam. Aku memang tidak rela kalau kau berpacaran dengannya.”
Wajah Diani merona merah. Diani
tahu, Redi hanya menggodanya seperti biasa. Namun entah kenapa kali ini
jantungnya berdebar dengan kencang. Ia menunduk sambil mengucapkan terima
kasih, lalu permisi untuk pulang. Menurut Diani, Redi sangat kejam. Seharusnya
cowok itu tidak menggodanya hanya untuk iseng. Itu hanya akan membuat Diani
sakit hati.
Malamnya…
“Diani,
ada telepon dari Sendy!”
Diani mengangkat telepon, “Halo,
Sendy? Ada apa, ya? Apa? Oh, baiklah. Oke, tidak masalah.” Diani menutup
telepon. Ia pamitan pada orang tuanya sebentar untuk menemui Sendy di taman
yang berjarak lima puluh meter dari rumahnya.
Di taman, Sendy telah
menunggunya. Cowok itu mengenakan kemeja putih dan celana jeans. Cowok itu
tersenyum manis menyambut kedatangan Diani.
“Ada apa? Bagaimana kau bisa
mengetahui nomor telepon rumahku?”
“Aku tahu dari kenalanku.” Sendy
masih saja tersenyum. “Aku ingin kita berpacaran, Kak.”
“Apa? Tapi… kau tahu kan bahwa
aku…”
“Temanku tadi siang mendengar
percakapan antara kakak dan Redi. Temanku bilang bahwa kalian sebenarnya tidak
sedang berpacaran, jadi…”
Diani harus menolaknya. Ia tidak
ingin memberikan harapan kosong dan malah menyakiti Sendy. “Sendy, maaf, tapi
aku…”
“Kumohon, Kak. Satu minggu
saja…”
Diani menatap Sendy dengan
gusar. Akhirnya ia mengangguk setuju setelah berpikir selama lima menit.
Akhirnya mereka berpacaran dan
gosip langsung menyebar luas.
Di
kelas…
“Hei,
Bodoh!”
“Red, kau ingin kutinju, ya?”
“Kenapa kau akhirnya berpacaran
dengan Sendy? Kenapa hanya dalam sehari kau berubah pikiran dan mau berpacaran
dengannya?”
“Bukan urusanmu.” Diani
mencibir. Jantungnya berdebar dengan kencang. Apa Redi cemburu padanya?
“Kenapa, kau cemburu, Red? Jangan, dong, kita kan teman.” Diani terkejut saat
ia melihat rona merah menjalari wajah putih Redi. Dan hal itu membuat pipi
Diani pun bersemu merah. Sesaat hening di antara mereka.
“Aku memang cemburu.” Redi
menyeringai. Lalu ia menjulurkan lidahnya. “Tapi bohong.” Ia langsung pergi
keluar kelas, “Aku lapar, mau ke kantin!”
Diani mengerutkan alisnya. Huh,
dasar Redi menyebalkan!
***
Dengan
jelas Diani mendengar percakapan Redi dengan temannya, Toni. Redi mengatakan
pada Toni bahwa ia sangat membenci Diani. Oleh karena itu beberapa hari
terakhir ini Redi pura-pura menyukai Diani dengan cara menggoda Diani.
Seharusnya Diani tidak perlu
sakit hati. Tapi kenapa hatinya terasa sangat sakit? Apakah karena Diani
menyadari bahwa ia telah jatuh cinta pada Redi?
Taman
sekolah…
“Kak Diani, ada apa? Sepertinya
Kak Diani sedang ada masalah…” tanya Sendy hati-hati. Ia terkejut saat melihat
air mata Diani menetes. “Kak Diani baik-baik saja?”
Diani tidak menyadari bahwa Redi
sudah berada di dekat mereka.
Redi tiba-tiba saja menarik
kerah kemeja Sendy, “Hei, bocah, kau membuat Diani menangis, hah?”
Diani yang tersadar langsung
berdiri dan melerai mereka. Ia menatap marah dan sakit hati pada Redi, “Tolong,
biarkan aku dan Sendy. Bukan Sendy yang membuatku menangis!” Lalu ia menarik
tangan Sendy menjauhi Redi yang berdiri terpaku di taman.
Sejak Diani menyadari
perasaannya terhadap Redi, ia jadi sulit untuk menatap mata cowok itu. Saat
mereka bertemu, Diani hanya menunduk atau memandang ke arah lain.
Redi heran dengan sikap Diani.
Saat ia menegur Diani, Diani pura-pura tidak mendengar.
Tanggal
17 Agustus…
Diani
memenangkan perlombaan balap karung sampai ke semi final. Sebelum final, Diani
beristirahat di kantin yang agak sepi karena para siswa berkumpul di lapangan
untuk mengikuti atau menonton perlombaan.
“Sendiri saja? Di mana
pangeranmu?” tanya Redi yang tiba-tiba duduk di sebelahnya.
Jantung Diani langsung berdenyut
nyeri. “Sedang lomba.”
“Ketus sekali… O ya, Ni,
sepertinya akhir-akhir ini kau menghindariku…”
“Sudah, jangan mengajakku
bicara. Aku tahu kalau selama ini kau sangat membenciku.”
“Apa maksudmu, Ni?” tanya Redi
sedikit terkejut.
“Jangan pura-pura bodoh, deh!
Beberapa hari yang lalu aku mendengar percakapanmu dengan Toni. Aku mendengarmu
mengatakan pada Toni bahwa kau sangat membenciku… dan…”
Redi menahan senyumnya. “Itu hanya
dalih, Ni. Aku… malu kalau sampai Toni tahu bahwa aku jatuh cinta padamu…” Redi
menyeringai. “Karena aku pernah bilang pada Redi bahwa aku takkan pernah
mencintaimu! Eh, ternyata… aku menjilat ludahku sendiri…”
“Maksudmu?”
“Ya itu…”
“Apa, sih?” Diani mengerutkan
keningnya. Lalu wajahnya merah padam. “Bohong, ah!”
“Betul, kok…” Redi mencubit
pipinya. “Aku… mencintaimu. Sendy juga sudah menyerahkanmu padaku… jadi… kau
sekarang adalah milikku.”
“Apa? Aku bukan barang! Lagi
pula kau percaya diri sekali! Memangnya aku mau menjadi milik…” Diani
membelalak terkejut karena tiba-tiba Redi mendorongnya ke sudut kantin dan mencium
bibirnya. Diani meninju pipi Redi setelah Redi melepaskan ciuman tiga detiknya,
“Redi!”
Redi tersenyum menyeringai. “Aku
tahu kok, kau menghindariku akhir-akhir ini… karena kau jatuh cinta padaku
kan!”
“Kau gila! Minggir, aku mau ikut
final balap karung!” Jantung Diani berdebar dengan senang.
“Jawab dulu perasaanku…” Redi
menahannya di bangku kantin. Ia tersenyum lebar. “Ayo cepat…”
Wajah Diani merah padam. “Ya…
aku… aku juga mencintaimu…” Setelah itu Redi tersenyum menang dan melepaskan
Diani untuk mengikuti lomba final balap karung.
END
5 September 2002
Tidak ada komentar:
Posting Komentar