Selasa, 30 Juli 2013

DIANI & REDI



DIANI & REDI
Diani memanjat pohon lalu melompat ke pagar tembok sekolah. Setelah itu ia bersiap melompat ke halaman sekolah, ke tanah berumput di bawahnya. Saat akan melompat, ia mendengar teriakan teman sekelasnya, Redi,
                “Oi, underwear-mu kelihatan, tuh!”
                Karena terkejut oleh teriakan Redi, Diani terpeleset, dan terjun tanpa persiapan. Untungnya dengan sigap Redi langsung berlari dan menangkap Diani. Keduanya menghela napas lega setelah Redi berhasil menangkap Diani. Setelah Redi menurunkannya di tanah berumput, Diani meninju bahunya dengan kesal. “Kenapa kau mengejutkanku seperti tadi? Aku hampir saja celaka!”
                “Salahmu sendiri! Siapa suruh masuk ke sekolah lewat tembok belakang sekolah! Makanya jangan kesiangan!” seru Redi sama kesalnya. “Lain kali jangan lewat tembok belakang sekolah lagi, berbahaya. Ayo cepat masuk ke kelas!”
                Diani cemberut. Ia enggan berterima kasih dan meminta maaf pada Redi. Ia hanya mengambil tasnya yang terjatuh di rerumputan dan bergegas mengikuti Redi ke kelas mereka di kelas 2-9.
                Si jelek itu kenapa, sih? Kenapa dia ada di halaman belakang, sih? Kenapa bukan siswa lain? Misalnya Udin? Atau Amir? Kenapa harus Redi?
***
Bel berdentang empat kali dan Redi si KM langsung bergegas keluar kelas. Lima menit kemudian ia kembali ke kelas untuk memberikan pengumuman. Karena teman-temannya di kelas terus saja ribut tidak mendengarkannyamaklum, gurunya absenakhirnya Redi menarik meja ke depan kelas, menaikinya, lalu ia nge-dance. Karena aksi konyolnya, teman-temannya berhenti ribut dan semua memperhatikan Redi dengan tatapan aneh.
                Redi tersenyum lebar. Ia berhenti nge-dance lalu berdehem sebelum memberikan pengumuman, “Terima kasih kalian semua telah sudi untuk menoleh pada daku. Begini, berhubung tanggal 17 Agustus nanti akan diadakan berbagai macam perlombaan, daku mau membuat daftar, siapa saja di antara kalian yang berminat untuk mengikuti perlombaan?”
                Hening. Lalu teman-teman sekelasnya tertawa terbahak-bahak. Di antara mereka ada yang mengangkat tangan dan mendaftar untuk mengikuti lomba.
                Diani tertawa terbahak-bahak melihat tingkah Redi. Ia sampai menitikkan air mata. Lalu ia berhenti tertawa dan membelalakkan matanya pada Redi karena ia melihat namanya tertulis di white board; BALAP KARUNG: Diani, Misti, Saidin, Andrian.
                “Red, siapa yang mau balap karung? Aku kan tidak mendaftar!”
                Redi menyeringai, “Kalau aku tidak salah ingat, kau itu juara balap karung tahun lalu kan?”
                “Iya, memang, tapi bukan berarti…”
                “Sudah, kau ikut saja, Ni, bareng aku.” Misti mengacungkan jempolnya. “Oke?”
                Akhirnya Diani setuju, walaupun ia masih menggerutu. Uh, sebel! jerit Diani dalam hati.
***
Besoknya Diani datang satu menit sebelum bel masuk berdentang.
                “Tumben, Ni… selamat, ya, kau tidak telat.” Redi menarik tangan Diani lalu menjabat tangannya. “O ya, kau sudah sarapan?” Melihat Diani menggeleng, Redi mengeluarkan 2 bungkus roti dari dalam tasnya. “Mau, Say? Rasa stroberi atau keju?”
                Diani yang lapar langsung mengambil roti rasa stroberi dari tangan Redi. “Thanks.”
                Redi tersenyum dan berkata, “Kalau butuh sesuatu, bilang saja, ya?”
                Diani tertegun sejenak. Ia berpikir dengan keras. Sepertinya ada yang aneh? Apa, ya? tanyanya dalam hati.
                Saat istirahat siang, Redi mengajak Diani makan di kantin. “Aku yang traktir, mau ya?” Tanpa menunggu jawaban Diani, Redi memesan dua mangkuk mie ayam.
                Diani tersadar. Yang aneh itu sikap Redi padanya! Ada apa dengan Redi? Apa dia kerasukan sehingga berubah baik padanya? Atau… dia ini ada maunya?
                “Kenapa kau menatapku seperti itu? Baru sadar kalau aku ini super ganteng?”
                “Iya.” Diani tersenyum. “Kau super ganteng, kalau dijajarkan dengan babon.”
                “Apa?” Redi nyengir. “Eh… tapi… kau manis, deh.”
                “Aku memang manis. Kenapa memangnya?”
                Redi tersenyum dan menatap Diani, “Kau maniiiiiss, deh! Tidak ada yang mengalahkanmu!”
                Diani mengerutkan alisnya. Ia memegangi dahi Redi. “Red, kau panas. Aku antar ke UKS, ya…”
                Redi terbahak-bahak. Ia menepis tangan Diani dengan pelan, mengambil mangkuk mie ayam yang diberikan oleh si penjual, dan mulai makan.
                Diani tertegun sejenak lalu mulai ikut makan. Sialan, sepertinya ia dikerjai oleh Redi!
***
Malamnya, Diani mendapat telepon dari Redi. Redi memintanya untuk membawa buku paket sejarah besok karena ia ingin meminjamnya. Diani mengiyakan. Diani bermaksud untuk menyudahi pembicaraan namun Redi malah mengajaknya mengobrol.
                Keesokan harinya di kantin saat istirahat, Rani anak kelas 2-6, tiba-tiba mendekati Diani. Ia bertanya, “Redi KM di kelasmu itu… sudah punya pacar, belum?”
                “Redi? Aku tidak tahu… Kenapa memangnya? Eh, jangan-jangan kau suka padanya?”
                “Iya.” jawab Rani tegas.
                Diani hampir tersedak jus jeruk yang sedang diminumnya demi mendengar jawaban Rani. Ya, ampun, ada juga yang naksir si jelek itu? Tiba-tiba Diani ingin mengusili Rani. “Eh, sebetulnya… Redi itu… pacarku.” Diani tersenyum geli saat melihat ekspresi Rani yang berubah masam.
                “Oh, jadi kalian sudah jadian, ya? Pantas kulihat kalian makan mie ayam dengan mesra… Ah, tapi masa sih…”
                “Kenapa kau tidak percaya? Redi itu sangat tergila-gila padaku…”
                Tiba-tiba Redi sudah duduk di sebelah Diani. Ia merangkul Diani namun kaki kirinya menginjak kaki Diani, membuat Diani meringis kesakitan.
                “Benar, aku mabuk kepayang pada si Nona manis ini…” Redi semakin merapat pada Diani. Rani yang melihat hal itu merasa kesal dan segera angkat kaki dari hadapan mereka. Setelah Rani hilang dari pandangan, Redi langsung melepaskan rangkulannya. Ia melotot pada Diani. “Kau jangan seenaknya mengarang cerita bodoh, dong! Untung saja dia bukan cewek idamanku. Kalau kau begitu lagi, apalagi terhadap cewek idamanku, aku takkan segan menghajarmu!” Redi langsung beranjak dan pergi dari kantin.
                Ih, si Redi aneh sekali, sih! Kemarin manis-manis, sekarang galak lagi! Uh, dasar cowok menyebalkan!
***
Diani mengerjapkan matanya dengan bingung dan jantungnya berdebar dengan kencang. Ia sangat terkejut karena beberapa saat setelah bel tanda sekolah usai berdentang, ia mendapat pernyataan cinta dari adik kelasnya! Diani menyeka peluh di dahinya. “Maaf, aku tahu kalau kau itu kelas satu… tapi… aku tidak tahu namamu…”
                “Namaku Sendy, Kak…” Sendy tersenyum manis.
                “Diani ini pacarku.” Dengan santai Redy merangkulnya. Ia tersenyum pada Sendy. “Kalau tidak salah kau Sendy dari kelas 1-1, benar?”
                Sendy melotot pada Redi.
                Wah, berani benar dia melotot pada seniornya? pikir Diani kagum pada Sendy. Diani ingin sekali menginjak kaki Redi dan menghapus kesalahpahaman itu. Namun di sisi lain, itu akan menjadi alasan yang bagus bagi Diani untuk tidak terang-terangan menolak Sendy. “Ma-maaf, Sendy…”
                Sendy tersenyum manis pada Diani. “Tidak apa-apa, Kak, aku yang salah… karena tidak tahu kalau Kak Diani sudah punya pacar. Kalau begitu, aku permisi, Kak…” Dengan sopan Sendy pergi dari hadapan Diani dan Redi.
                Diani menghela napas. Lalu ia menyingkirkan lengan Redi dan menatap tajam pada cowok itu. “Aku tahu kau mau balas dendam padaku. Tapi sayang, tindakanmu barusan malah sangat membantuku.”
                “Tadi aku melakukannya bukan untuk balas dendam. Aku memang tidak rela kalau kau berpacaran dengannya.”
                Wajah Diani merona merah. Diani tahu, Redi hanya menggodanya seperti biasa. Namun entah kenapa kali ini jantungnya berdebar dengan kencang. Ia menunduk sambil mengucapkan terima kasih, lalu permisi untuk pulang. Menurut Diani, Redi sangat kejam. Seharusnya cowok itu tidak menggodanya hanya untuk iseng. Itu hanya akan membuat Diani sakit hati.
Malamnya…
“Diani, ada telepon dari Sendy!”
                Diani mengangkat telepon, “Halo, Sendy? Ada apa, ya? Apa? Oh, baiklah. Oke, tidak masalah.” Diani menutup telepon. Ia pamitan pada orang tuanya sebentar untuk menemui Sendy di taman yang berjarak lima puluh meter dari rumahnya.
                Di taman, Sendy telah menunggunya. Cowok itu mengenakan kemeja putih dan celana jeans. Cowok itu tersenyum manis menyambut kedatangan Diani.
                “Ada apa? Bagaimana kau bisa mengetahui nomor telepon rumahku?”
                “Aku tahu dari kenalanku.” Sendy masih saja tersenyum. “Aku ingin kita berpacaran, Kak.”
                “Apa? Tapi… kau tahu kan bahwa aku…”
                “Temanku tadi siang mendengar percakapan antara kakak dan Redi. Temanku bilang bahwa kalian sebenarnya tidak sedang berpacaran, jadi…”
                Diani harus menolaknya. Ia tidak ingin memberikan harapan kosong dan malah menyakiti Sendy. “Sendy, maaf, tapi aku…”
                “Kumohon, Kak. Satu minggu saja…”
                Diani menatap Sendy dengan gusar. Akhirnya ia mengangguk setuju setelah berpikir selama lima menit.
                Akhirnya mereka berpacaran dan gosip langsung menyebar luas.
Di kelas…
“Hei, Bodoh!”
                “Red, kau ingin kutinju, ya?”
                “Kenapa kau akhirnya berpacaran dengan Sendy? Kenapa hanya dalam sehari kau berubah pikiran dan mau berpacaran dengannya?”
                “Bukan urusanmu.” Diani mencibir. Jantungnya berdebar dengan kencang. Apa Redi cemburu padanya? “Kenapa, kau cemburu, Red? Jangan, dong, kita kan teman.” Diani terkejut saat ia melihat rona merah menjalari wajah putih Redi. Dan hal itu membuat pipi Diani pun bersemu merah. Sesaat hening di antara mereka.
                “Aku memang cemburu.” Redi menyeringai. Lalu ia menjulurkan lidahnya. “Tapi bohong.” Ia langsung pergi keluar kelas, “Aku lapar, mau ke kantin!”
                Diani mengerutkan alisnya. Huh, dasar Redi menyebalkan!
***
Dengan jelas Diani mendengar percakapan Redi dengan temannya, Toni. Redi mengatakan pada Toni bahwa ia sangat membenci Diani. Oleh karena itu beberapa hari terakhir ini Redi pura-pura menyukai Diani dengan cara menggoda Diani.
                Seharusnya Diani tidak perlu sakit hati. Tapi kenapa hatinya terasa sangat sakit? Apakah karena Diani menyadari bahwa ia telah jatuh cinta pada Redi?
Taman sekolah…
                “Kak Diani, ada apa? Sepertinya Kak Diani sedang ada masalah…” tanya Sendy hati-hati. Ia terkejut saat melihat air mata Diani menetes. “Kak Diani baik-baik saja?”
                Diani tidak menyadari bahwa Redi sudah berada di dekat mereka.
                Redi tiba-tiba saja menarik kerah kemeja Sendy, “Hei, bocah, kau membuat Diani menangis, hah?”
                Diani yang tersadar langsung berdiri dan melerai mereka. Ia menatap marah dan sakit hati pada Redi, “Tolong, biarkan aku dan Sendy. Bukan Sendy yang membuatku menangis!” Lalu ia menarik tangan Sendy menjauhi Redi yang berdiri terpaku di taman.
                Sejak Diani menyadari perasaannya terhadap Redi, ia jadi sulit untuk menatap mata cowok itu. Saat mereka bertemu, Diani hanya menunduk atau memandang ke arah lain.
                Redi heran dengan sikap Diani. Saat ia menegur Diani, Diani pura-pura tidak mendengar.
Tanggal 17 Agustus…
Diani memenangkan perlombaan balap karung sampai ke semi final. Sebelum final, Diani beristirahat di kantin yang agak sepi karena para siswa berkumpul di lapangan untuk mengikuti atau menonton perlombaan.
                “Sendiri saja? Di mana pangeranmu?” tanya Redi yang tiba-tiba duduk di sebelahnya.
                Jantung Diani langsung berdenyut nyeri. “Sedang lomba.”
                “Ketus sekali… O ya, Ni, sepertinya akhir-akhir ini kau menghindariku…”
                “Sudah, jangan mengajakku bicara. Aku tahu kalau selama ini kau sangat membenciku.”
                “Apa maksudmu, Ni?” tanya Redi sedikit terkejut.
                “Jangan pura-pura bodoh, deh! Beberapa hari yang lalu aku mendengar percakapanmu dengan Toni. Aku mendengarmu mengatakan pada Toni bahwa kau sangat membenciku… dan…”
              Redi menahan senyumnya. “Itu hanya dalih, Ni. Aku… malu kalau sampai Toni tahu bahwa aku jatuh cinta padamu…” Redi menyeringai. “Karena aku pernah bilang pada Redi bahwa aku takkan pernah mencintaimu! Eh, ternyata… aku menjilat ludahku sendiri…”
                “Maksudmu?”
                “Ya itu…”
                “Apa, sih?” Diani mengerutkan keningnya. Lalu wajahnya merah padam. “Bohong, ah!”
                “Betul, kok…” Redi mencubit pipinya. “Aku… mencintaimu. Sendy juga sudah menyerahkanmu padaku… jadi… kau sekarang adalah milikku.”
                “Apa? Aku bukan barang! Lagi pula kau percaya diri sekali! Memangnya aku mau menjadi milik…” Diani membelalak terkejut karena tiba-tiba Redi mendorongnya ke sudut kantin dan mencium bibirnya. Diani meninju pipi Redi setelah Redi melepaskan ciuman tiga detiknya, “Redi!”
                Redi tersenyum menyeringai. “Aku tahu kok, kau menghindariku akhir-akhir ini… karena kau jatuh cinta padaku kan!”
                “Kau gila! Minggir, aku mau ikut final balap karung!” Jantung Diani berdebar dengan senang.
                “Jawab dulu perasaanku…” Redi menahannya di bangku kantin. Ia tersenyum lebar. “Ayo cepat…”
                Wajah Diani merah padam. “Ya… aku… aku juga mencintaimu…” Setelah itu Redi tersenyum menang dan melepaskan Diani untuk mengikuti lomba final balap karung.
END
5 September 2002

                               
               
               
               
                 
               
               
               
               

Tidak ada komentar:

Posting Komentar