DI MALAM FESTIVAL
Mami Nadia berteriak-teriak memanggil anaknya.
Nadia
keluar kamar. Ia baru saja menikmati tidur siang yang membuat kepalanya
berdenyut. Matanya masih agak tertutup. “Ada, apa, Mi?”
“Kamu
ini bagaimana, sih? Kamu ‘kan harus menjemput Farah!” Ucapan maminya membuat kantuk
Nadia langsung hilang. “Tiga puluh menit lagi kereta Farah akan tiba di
statsiun.” Maminya menggelengkan kepala melihat Nadia yang terburu-buru lari ke
kamar untuk berganti baju dan mengambil dompet. “Hati-hati di jalan, Sayang.
Mami mau arisan di tetangga sebelah.” Mami Nadia bergegas pergi.
Nadia
membuka pintu garasi sambil menggerutu. “Ini gara-gara Kak Galih! Setiap hari
pulang Maghrib melulu! Jadi aku yang harus menjemput Farah dan naik mobil tanpa
SIM!”
“Hei, kuantar,
ya.”
Nadia
berteriak kaget. Ia mendapati tetangganya, Rendy, di muka garasi.
Rendy tersenyum
meminta maaf. “Aku tidak bermaksud untuk mengagetkanmu.”
“Tidak
perlu, aku bisa sendiri.” Nadia menolaknya dengan sinis. Ia masuk ke mobil dan
langsung menyalakan mesin mobil. Ia memundurkan mobil sampai matanya bertatapan
dengan Rendy. Ia menatap sinis pada cowok tetangganya itu. Lalu ia memundurkan Starlet metalik ayahnya dengan lancar
dan membawanya melesat di jalan raya.
Setelah
memarkirkan mobilnya dengan aman, Nadia langsung berlari tergesa-gesa. Ia
menoleh kesana-kemari saat penumpang kereta sudah banyak yang turun, tetapi ia belum
menemukan Farah. Jangan-jangan Farah naik
kereta yang salah, seperti saat es-em-pe kelas dua, dua tahun yang lalu?
Nadia menggaruk kepalanya. Lalu ia melihat Farah. Hampir tergelincir Nadia,
saat ia berlari menaiki kereta. Ia tersenyum lega melihat sepupunya itu sedang
menurunkan tas besar dibantu oleh seorang petugas yang masih muda.
Farah
terlihat hampir menangis sekaligus lega melihat Nadia.
Nadia tersenyum
geli. Ia mengucapkan terima kasih pada petugas yang membantu tadi, lalu
merangkul Farah turun dari kereta. Saat ia menoleh ke dalam kereta, ia melihat
petugas tadi buru-buru membuang muka dan berlalu. Heee, jangan-jangan cowok tadi naksir Farah?
Nadia
membantu membawakan tas hitam super besar Farah.
Farah
adalah sepupunya yang agak ceroboh. Tetapi ia mau menolong dan mempunyai sifat
yang baik dan lembut. Ia belum mempunyai pacar karena ia memang belum pernah jatuh
cinta. Padahal cowok yang mengantri banyak. Aneh memang, tapi mereka semua
menyukai kecerobohan Farah.
“Ah!”
Farah tiba-tiba berteriak saat mereka sedang dalam perjalanan menuju rumah
Nadia. “Nadia, aku lupa bilang terima kasih pada petugas yang membantuku
menurunkan tas tadi! Cowok itu baik sekali, walaupun ia sering membentakku.
Pertama, saat aku tersandung di dekat pintu kereta. Lalu saat aku menumpahkan
minumanku ke seragamnya. Tapi ia tetap membantuku menurunkan tasku meski sambil
marah-marah.”
Tadi
Nadia memang sekilas melihat noda di bagian depan seragam petugas itu. Ia
tersenyum membayangkan kecerobohan Farah dan bagaimana petugas tadi marah-marah
pada Farah. Sepertinya Farah tertarik
pada petugas yang masih muda itu!
Di rumah, Nadia langsung mengantar Farah ke kamar
tamu, kamar yang dulu pernah ditempati Farah saat berkunjung.
Karena
kelelahan, Farah langsung tertidur lelap.
Nadia
menyelimutinya lalu meninggalkan kamar. “Selamat datang, sepupu.”
***
Pukul setengah lima pagi Farah membangunkan Nadia dan
mengajaknya untuk berlari pagi. Dengan mata masih mengantuk Nadia pergi ke
kamar mandi untuk mencuci muka. Mereka lari mengelilingi kompleks perumahan
Nadia sampai pukul enam, lalu Farah mengajaknya untuk sarapan bubur ayam di
taman.
Di taman,
mereka bertemu dengan Rendy, lalu Rendy mentraktir mereka bubur ayam.
Sebenarnya Nadia tidak ingin berdekatan dengan Rendy dan ingin segera pulang.
Tetapi Farah sangat ingin makan bubur ayam, jadi terpaksa Nadia menerima
tawaran traktiran Rendy. Farah duduk di antara mereka berdua.
Selama
makan, Nadia menunduk terus dan tidak mau menatap Rendy. Ia makan dengan cepat,
tidak berbicara, walaupun Farah dan Rendy mengajaknya mengobrol. Setelah
selesai makan, Nadia langsung buru-buru mengajak Farah pulang.
Rendy
berteriak memanggil Nadia namun Nadia diam saja. “Nadia, jangan lari, nanti kamu
keram perut! Kamu kan baru saja makan!”
Farah
sepertinya ingin bertanya kenapa Nadia tidak mengacuhkan Rendy, tapi ia
mengurungkan niatnya, sampai Nadia sendiri mau bercerita.
***
Nadia menghela napas. Ia menyandarkan tubuhnya ke bahu tempat
tidur. Ia memandangi langit-langit kamarnya dan bayangan masa lalu kembali
memenuhi benaknya.
Saat itu
Nadia masih kelas dua SMP. Ia mendapatkan tetangga baru, Rendy. Rendy cowok periang,
ramah, dan murah senyum. Tubuhnya tinggi, tegap, dan atletis. Rambutnya dipangkas
pendek. Karena Rendy satu SMU dan satu kelas dengan Galih─kakak Nadia─, Rendy
sering main ke rumahnya. Kadang Nadia main ke rumah Rendy untuk mengantarkan
makanan atau menanyakan pe-er
(sebab Galih pelit pada Nadia meskipun ia pintar).
Nadia
jatuh cinta pada Rendy dan Nadia terang-terangan menunjukkan sikapnya. Tapi
Rendy hanya menganggapnya adik, Nadia menerima hal itu. Hal yang membuatnya
kesal adalah sebulan yang lalu Rendy mengenalkan Nadia pada temannya, Bayu. Menurut
Rendy, Bayu menyukai Nadia. Sejak itu Nadia memutuskan untuk membenci Rendy.
Ketukan
di pintu membuyarkan lamunannya. Farah memanggilnya untuk makan malam bersama
keluarga Nadia.
Setelah
makan malam, Galih berbisik pada adiknya, “Kamu ini kenapa akhir-akhir ini menghindar
dari Rendy? Dulu kamu senang bersamanya.” Mata Galih menyipit. “Rendy
menunggumu di halaman belakang. Kamu harus kesana!” Lalu ia menghampiri Farah.
“Farah, aku akan mengantarmu keliling kota. Nadia ada urusan. Ayo!” Galih
merangkul Farah. Sorot matanya mengatakan bahwa Nadia harus menemui Rendy.
Aku takkan datang! Nadia menjatuhkan diri ke
sofa. Setelah setengah jam, Nadia mengintip ke halaman belakang rumahnya dari jendela dapur. Ia
melihat Rendy sedang berdiri membelakanginya, memandangi kolam renang persegi. Saat
Nadia membuka pintu dapur, Rendy lansung berbalik.
“Hai,
kukira kamu takkan datang.” Rendy tersenyum.
Karena
Rendy tampak kedinginan, Nadia mempersilakannya masuk.
“Terima
kasih.” Rendy duduk di tepi keramik dapur.
Nadia
tidak menyalakan lampu karena ia tidak ingin Rendy melihat wajahnya. “Ada apa?”
“Nadia…”
Rendy menggosok hidungnya. Ia bersin beberapa kali karena kedinginan. “Aku
hanya ingin tahu kenapa sikapmu belakangan ini berubah. Sepertinya kamu
menghindariku. Kamu sudah seperti adikku, lalu tiba-tiba, Bum! Kamu menghindariku.”
Nadia
menunduk. “Aku hanya tidak suka Kak Rendy menyodorkan aku pada Kak Bayu.
Padahal… sudah ada cowok yang kusukai.”
“Oh? Benarkah?
Aku minta maaf.” Rendy mendekati Nadia. “Maafkan aku, aku takkan mengulanginya
lagi. Aku ingin kamu kembali menyapaku. Kamu mau kan, Nadia?”
“Aku…
baiklah,” ujar
Nadia lemah. Sayang sekali Nadia tidak melihat mata Rendy yang berkilat senang
dalam kegelapan. Nadia menempelkan dahinya di kaca jendela dapur, memandangi
Rendy yang berlari melompati pagar tembok pembatas rumahnya dan rumah Rendy.
Lalu Nadia menangis karena ia sangat menyadari bahwa ia masih mencintai Rendy.
Dan ia pun tahu, cukup sulit untuk membenci Rendy.
***
Nadia merengek pada Galih agar ia dan Farah diberikan tiket khusus untuk datang ke festival tahunan
di SMU Galih (acara lanjutan setelah acara kelulusan kelas tiga) yang tertutup
untuk umum. Awalnya Galih menolak, namun karena ia pusing mendengar rengekan
adiknya, akhirnya ia mengiyakan, “Baiklah, tapi kamu dan Farah silakan mencari kostum
sendiri. Aku akan meminta tiketnya pada ketua nanti. ”
“Siap,
Letnan! Terima kasih, ya!” Nadia mengecup kakaknya.
Galih
mengelap pipinya dan mengibas-kibaskan tangan menyuruhnya keluar dari kamarnya.
Nadia
langsung berlari menemui Farah. “Berhasil, kamu tidak sia-sia berlibur di sini,
Farah! Kita bisa menikmati festival tahunan dengan gratis di SMU Kak Galih! Ayo
kita cari kostum!” Kemudian mereka mencari baju bekas di loteng dan bahan lain
yang bisa ditemukan di loteng dengan penuh semangat.
Nadia senang
sekali bisa ikut serta dalam pesta kelulusan kelas tiga sekaligus festival
tahunan yang hanya ada di SMU Galih. Di pesta itu semua mengenakan kostum. Ada
yang mengenakan kostum hantu, tokoh-tokoh Disney,
tokoh idola mereka, dan tokoh-tokoh lainnya.
Tahun
pertama di SMU, Galih mengenakan kostum Pinokio,
dan tahun kedua mengenakan kostum Zero.
Nadia belum tahu apa yang akan dikenakan kakaknya di festival nanti.
Di festival
itu semua berdansa sampai tengah malam (acara pesta kelulusan dimulai pukul 9
pagi sampai pukul 3 sore, dilanjutkan acara festival tahunan yang dimulai pukul
7 malam hingga tengah malam).
Setiap
hari Galih pulang Maghrib karena ia panitia Seksi Dekorasi. Tapi Nadia tidak
diberitahu seting festival kali ini seperti apa. Di pesta itu panitia tergabung
dari kelas 1, 2, dan kelas 3 yang akan lulus. Rendy juga panitia Seksi
Dekorasi, tapi ia izin saat ada arisan RT di rumahnya beberapa hari yang lalu
karena harus membantu ibunya menyiapkan arisan.
***
Seminggu kemudian…
“Ini benar-benar festival, Nadia!”
“Ya,
hmm…” Nadia terpesona menatap gerbang sekolah yang di atas masing-masing tiang dihiasi kepala
nenek sihir dan devil. Di tengah
gerbang terbentang kain hitam dengan cat merah bertuliskan ‘WELCOME IN
FESTIVAL’. “Farah, jangan melompat-lompat, nanti kamu ja…” Nadia memijat
dahinya melihat Farah dengan kostum kuda─yang
lebih mirip kostum keledai─jatuh
tersungkur ke tanah. Sebelum Nadia sempat menolong, seorang cowok berkostum Aladdin mengulurkan tangan pada Farah. Sepertinya aku kenal cowok itu tapi di mana
ya? Nadia berlari menghampiri Farah. “Kamu tak apa-apa?”
“Ya, hanya
lututku…” Farah melihat wajah cowok Aladdin
yang membantunya berdiri. Lalu ia menunjuk dengan terkejut. “Ah, cowok
pemarah di statsiun!”
“Cewek
ceroboh! Kenapa kamu ada di sini?” tanya cowok pemarah alias petugas statsiun.
“Ini ‘kan tertutup untuk umum, kecuali kalian punya tiket khusus…”
“Sepupuku
panitia di sekolah ini, dia siswa kelas 3, namanya Galih Prasetyo. Kamu
sendiri?” Farah menatap si cowok pemarah.
“Aku
juga kelas 3 di SMU ini. Namaku… Firman.”
Nadia
mundur perlahan. Oke, deh, dunia milik
berdua! Nadia memperhatikan siswa-siswi yang berlalu-lalang. Mereka
mengenakan kostum yang bagus, keren, dan indah. Ada Cinderella, Robin Hood, Wonder Woman, cewek koboi, dan tokoh
terkenal lainnya. Ada juga yang mengenakan kostum Casper, Harry Potter, dan Frankeinstein.
Nadia
merinding melihat dekorasi yang dibuat. Nadia baru menyadari bahwa seting
festival tahun ini adalah Istana Hantu. Di kiri dan kanan pintu masuk aula pesta dansa yang
sangat luas dipasang patung mumi dan manusia serigala yang dari moncongnya
menetes darah. Di dalam aula sendiri didekor seperti Istana Hantu, hanya 8
nyala obor menerangi. Di langit-langit tergantung kelelawar karet, dan di sudut
dibuat sarang laba-laba beserta laba-labanya. Suasana menakutkan sekaligus
menyenangkan. Di dalam aula sama ramainya dengan di luar aula. Siswa-siswi
berkostum tengah asyik mengobrol, bercanda, ataupun berdansa dengan
pasangannya. Di panggung ada yang nge-band
diselingi musik dari piringan hitam.
Nadia
merasa diperhatikan oleh seseorang. Saat ia menoleh, matanya bertatapan dengan
seorang cowok berpakaian koboi, lengkap dengan topi koboi, sepatu bot, dan
pistol di pinggang. Nadia mengenali Rendy, dan jantungnya langsung berdegup dengan
kencang.
Malam ini
Rendy terlihat sangat tampan. Beberapa perempuan mengelilinginya. Snow White, Tinker Bell, Ratu Salju,
dan Madonna.
Dengan
sedih Nadia memalingkan wajahnya, memandang ke arah lain. Ia mencari Galih dan
menemukan kakaknya itu sedang menyesap minuman berwarna biru sambil memperhatikan sekeliling
aula. Nadia menghampiri kakaknya itu. “Kamu belum ganti kostum, Kak?”
Galih
terkekeh. “Kamu tahu, idola yang paling kukagumi adalah diriku sendiri.” Galih
mengaduh karena Nadia memukul rusuknya. “Hai, Rendy, titip adikku, ya. Aku mau
mencari Sisca. Kalian akur-akur, ya!” Galih langsung berlari dan menghilang di
kerumunan orang-orang berkostum.
Nadia
tidak mengira bahwa Rendy telah berdiri di belakangnya sampai tadi Galih
menyapa cowok itu. Ia tidak berani menoleh. Namun Rendy menarik sikunya dan
mengajaknya ke luar aula, setelah sebelumnya Rendy mengambilkannya minuman
bersoda dari meja minuman di dekat pintu keluar aula. Mereka mencari bangku
yang kosong dan menemukannya di bawah pohon cemara, di samping aula. “Kamu
terlihat sangat cantik mengenakan kostum gipsy
ini, Nadia.” Rendy tersenyum sambil menatap matanya.
“Te-terima
kasih. O ya,
dekorasinya sangat bagus…” Nadia memperhatikan kelelawar karet yang tergantung di pepohonan di depannya.
“Syukurlah.”
Rendy tak lepas menatap matanya, membuat Nadia risih dan ge-er. “Galih yang bekerja
paling keras. Dari kelas satu ia ingin mewujudkan hal ini.” Akhirnya Rendy memandang
ke kejauhan. “Rendy memberikan kostum yang telah ia jahit sendiri pada teman
kami yang tidak mampu. Galih orang yang sangat baik.”
Dengan
perasaan bangga Nadia tersenyum. “Ya, tentu saja.” Nadia melihat siswa
berkostum tengkorak lewat di depan mereka. “O ya, di mana pacar Kak Rendy?”
“Sudah
putus… Lucu juga, kami hanya berpacaran seminggu…” Rendy kembali menatapnya.
Wajahnya tegang, tanpa senyum, namun tetap tampan. “Nadia, saat kamu menjauh
beberapa waktu yang lalu, aku… baru menyadari perasaanku. Karena itu… aku putus
dengan Melly. Aku… jatuh cinta… padamu, Nadia.”
Mata
indah Nadia membelalak, “Kamu kan hanya
menganggapku adik…”
“Ya,
mulanya aku memang hanya menganggap adik. Aku menyesal tentang Bayu. Saat kamu
menjauh, aku merasa kosong, rindu padamu. Oleh karena itu tempo hari aku
mengajakmu berdamai. Aku pengecut, tidak mengatakan alasan sebenarnya untuk
berdamai. Aku berpura-pura menjadi kakak yang kesepian. Tak usah panik, aku
hanya ingin memberitahukan perasaanku ini padamu karena… ini hari kelulusanku.
Aku akan kuliah di Purwokerto. Lagipula kamu kan punya cowok yang kamu sukai…
tempo hari saat di dapur kamu bilang
begitu kan…”
“Orang
yang kusukai itu Kak Rendy! Apakah selama ini kakak tidak menyadari perasaanku?
Padahal aku terang-terangan menunjukkannya. Aku kesal karena Kak Rendy tidak
peka dan malah menyodorkan Kak Bayu.”
“Kamu tidak
mengada-ada kan?” Rendy memegang bahu Nadia. Matanya berkilat senang dan
ketegangan di wajahnya mencair, berubah menjadi sangat cerah saat Nadia mengangguk malu.
“Sudah kubilang aku menyesal soal Bayu.” Rendy memeluknya. “Aku cinta padamu,
Nadia.”
Nadia tersenyum senang di dada
bidang Rendy.
Rendy
melepaskan pelukannya dan menatapnya penuh senyum. “Kamu mau menjadi pacarku kan?”
Rendy menunggu sampai Nadia mengangguk, lalu ia berdiri dan mengajak Nadia
kembali ke aula untuk berdansa sampai tengah malam.
Di malam
festival ini menjadi malam terindah bagi Nadia. Cintanya selama ini akhirnya tersampaikan.
TAMAT
CODÉT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar