Selasa, 30 Juli 2013

JODOH



JODOH
“Tolong, copeeettttt!!!”
Mendengar teriakan seorang wanita, Dean segera menoleh ke arah sumber suara dan bersiap mengejar si pencopet. Namun tiba-tiba di hadapannya melintas seorang gadis dengan rambut ikal panjang dicat cokelat yang berkibar karena gadis itu berlari dengan sangat cepat.
Tak berapa lama gadis itu berhasil mendekati si pencopet. Gadis itu melompat lalu menendang si pencopet hingga pencopet itu terjatuh. Ditindihnya si pencopet lalu diambilnya dompet dari tangannya.
Wanita yang menjadi korban langsung berlari tergopoh-gopoh dan mengucapkan banyak terima kasih serta hendak memberinya uang, namun gadis itu menggeleng.
Orang-orang mulai berkerumun untuk menghakimi si pencopet, namun Dean segera berlari menengahi. “Biar pencopet ini saya bawa ke kantor polisi saja.” Dean mendengar protes dari orang-orang di sekitarnya, dan ia juga mendengar satu suara yang menyetujui pendapatnya.
“Benar, sebaiknya dibawa ke kantor polisi saja.” Gadis yang menangkap pencopet itu tersenyum sangat manis.
Jantung Dean tidak berhenti bergemuruh sejak gadis itu melintas di hadapannya dengan kaki langsingnya yang berlari secepat kilat. Apalagi saat gadis itu tersenyum, jantung Dean semakin bergemuruh.
“Kau hebat sekali.” ujar semua yang berkerumun di situ pada gadis itu. Ada yang menepuk-tepuk bahunya, ada juga yang menyalaminya. Gadis itu hanya tersenyum malu sambil menggaruk pelipisnya.
Saat Dean menyeret si pencopet ke arah pos satpam pasar untuk diserahkan ke kantor polisi, ia menemukan topi berwarna biru yang hampir ia injak. Dipungutnya topi biru yang sepertinya milik si gadis tadi entah kenapa feeling Dean berkata seperti itu. Dean tersenyum lalu memasukkan topi itu ke saku belakang celananya.
***
Ban Starlet Dean bocor. Ia menepikan Starlet-nya. Padahal ia harus menjemput kakaknya di bandara.
“Mogok, Pak?”
Dean menoleh. Gadis si penangkap pencopet! Meskipun memakai helm, Dean tahu dan mengenali sosoknya.
Gadis itu membuka helm lalu turun dari motornya dan menghampiri Dean yang sedang mengganti ban mobilnya.
“Jangan panggil aku ‘Pak’, aku masih 24 tahun. Ban mobilku bocor.”
Gadis itu memerhatikan Dean dengan seksama. “Lho, kau ‘kan yang membawa si pencopet ke kantor polisi seminggu yang lalu, ya!”
Ah, senangnya ternyata gadis ini ingat padaku! “Sebenarnya aku hanya menyerahkan pencopet ke pos satpam.”
 Gadis itu mengangguk-angguk. “Tapi tetap saja kau hebat. Oya, ngomong-ngomong bajumu bermerk, tapi kau mau mengganti ban mobilmu sendiri, berkotor-kotor ria.”
Dean tertawa. “Apa boleh buat, aku buru-buru harus menjemput kakakku di bandara.” Beberapa menit kemudian Dean selesai mengganti bannya. “Terima kasih mau menemaniku mengganti ban. Oya, namaku Dean. Kau?”
“Aku April.”
“April, aku belum sempat mengucapkannya. Kau hebat sekali waktu menangkap pencopet itu.”
April tersipu. “Ah, hehe. Itu karena aku belajar karate.” April menatap Dean. “Karena sifatku yang tomboy dan kasar ini, aku selalu patah hati.”
“Masa sih? Menurutku kau keren.” Dean keceplosan.
“Benarkah?”
“Ah, ya. April, aku….” Ponsel Dean berbunyi. “Halo, Kean. Apa? Ya, maaf banku bocor, tapi aku baru saja memperbaikinya. Kau bisa menunggu setengah jam lagi kan? Oke, trims.” Dean menatap April yang mengerutkan keningnya. “Ada apa?”
“Kakakmu itu Kean Prabowo?”
“Ya?” Giliran Dean yang mengerutkan alisnya. “Kau mengenal kakakku?”
“Mantan pacarku setahun yang lalu. Ah, tenang saja, saat ini aku sudah tidak sedih lagi, kok. Baiklah, aku permisi, Dean. Senang bertemu!” April tersenyum lalu menaiki motornya. Ia melambai sebelum akhirnya ia melaju bersama motornya seperti angin.
“Cinta pertamaku ternyata adalah mantan kakakku yang playboy.” Tapi entah mengapa, ia merasa April adalah jodohnya, sejak ia pertama bertemu dengannya.
***
“Kau bersenang-senang di Bali?”
“Tentu saja. Surga, Man! Seharusnya kau cuti dari kantormu dan menemani liburanku di sana!”
“Yah….” Dean berdehem. “Kean, kau kenal April? Gadis manis yang tomboy.”
“April?” Kean terlihat berpikir. “Oh, ya, sepertinya aku ingat. Ia mantanku yang paling membosankan. Ia hanya membicarakan tentang karate, mesin motor, dan mesin mobil. Ia memang manis, tapi terlalu seperti laki-laki. Dan ia lebih kuat dariku.” Kean menyalakan radio. “Kau mengenalnya?”
“Aku pernah bertemu dengannya seminggu yang lalu.” ujar Dean singkat.
Kean mengangkat bahu. “Saat di minggu kedua aku mencoba mencium bibirnya, ia membantingku. Saat itu aku langsung memutuskannya.”
Dean terbahak-bahak. “Itu pantas untuk playboy sepertimu.”
“Haah, kau ini adikku atau bukan, sih?”
Dean masih tertawa. “Kau tahu dimana rumah April?”
“Yah, aku tahu dan masih ingat rumahnya. Menyatu dengan bengkel ayahnya. Memangnya kenapa?”
Dean tersenyum. “Aku akan melamarnya.” ucapan Dean membuat Kean ternganga. Namun Dean sudah sangat yakin akan perasaannya.
Sore itu setelah mengantar Kean ke rumah, Dean pergi ke rumah April.
Kebetulan April sedang bekerja di bengkelnya. Baju kerjanya penuh noda oli. “Dean?” April terkejut.
“Hai, boleh bicara sebentar?”
“Ya, aku ganti baju dulu.” April mengelap wajahnya yang berkeringat dan penuh noda oli.
“Tidak usah, begitu saja kau manis.”
April tersipu. “Bagaimana kau tahu aku ada di sini? Ada apa?” April terkejut saat Dean memberikan sebuah topi biru. “Hei ini topiku! Kukira hilang!”
“Aku memungutnya. Ada satu lagi.” Dean mengajak April ke arah Starlet-nya. Ia menyerahkan seikat buket bunga mawar putih yang membuat April semakin terkejut.
“Untukku?”
“Maukah kau menikah denganku?”
April mengerutkan keningnya. “Apa maksudmu?”
“Aku sedang melamarmu.”
“Tapi ‘kan kita belum saling mengenal. Kita baru saja berkenalan tadi di jalan! Lagipula memangnya kau tidak apa-apa? Aku kan mantan kakakmu. Lagipula usiaku….”
“Aku tidak peduli masa lalumu. Aku jatuh cinta pada pandangan pertama padamu. Sejak itu, entah kenapa aku merasa yakin kau adalah jodohku. Dan masalah umur, aku tahu kau masih muda….”
“Ehm, bagaimana kalau acara lamarannya kita lanjutkan di dalam?”
“Ayah!” April tersipu.
Ayah April tertawa senang. Ia mengacak-acak rambut anaknya. “Akhirnya anakku yang hampir kepala tiga ini ada yang melamar juga!”
Dean mengerjapkan matanya. “Hampir kepala tiga?”
April tersipu. “Tahun depan aku 28 tahun.”
Dean terbahak-bahak. “Kukira kau masih kuliah!”
“Kean tidak cerita umurku?”
Ia meremas jemari April yang kasar dan kotor. “Tidak penting soal umur kan? Aku mencintaimu apa adanya.”
April tersenyum. “Baik, sebelum menikah, kita lihat dulu, berapa minggu kau akan tahan dengan sikapku!”
“Aku terima tantanganmu.” Dean tidak melepaskan pegangannya, sambil mengikuti Ayah April masuk ke dalam rumah.
END
Mina Haryono

Tidak ada komentar:

Posting Komentar