Sabtu, 17 Agustus 2013

GABY



GABY
“Gaby, aku suka kamu!”
                “Tapi aku tidak, Tondi! Lepaskan aku!” Gaby yang mungil, berkulit eksotis, dan berwajah manis, menatap Tondi dengan kesal. Ia berusaha untuk melepaskan pegangan tangan Tondi namun tidak bisa.
                “Tapi kenapa, Gaby? Kita sudah lama akrab, sejak TK. Kukira kau juga menyukaiku.”
                Gaby mengerutkan kening. Percaya diri yang luar biasa sekali! pikir Gaby. “Tondi, dengar ya, selama ini aku hanya menganggapmu sebagai teman, tidak lebih. Aku sudah punya seseorang yang kusukai, dan itu jelas bukan kau.” Kali ini dengan mudah Gaby dapat melepaskan tangannya dari cekalan Tondi. Lalu ia segera meninggalkan Tondi menuju gerbang sekolah, menyetop angkutan umum, lalu menaikinya.
                Siapa yang sudi menerima cinta si playboy?
***
Entah sejak kapan Gaby mulai menyukai Pasha, temannya sejak TKyang juga teman Tondi. Mungkin ia mulai menyukai Pasha sejak dua tahun yang lalu, saat mereka masih duduk di kelas 1 SMA. Gaby menyukai Pasha yang tampan, tinggi, putih, cerdas, namun cuek. Gaby tahu Pasha sampai saat ini belum pernah sekali pun memikirkan cinta. Di pikirannya hanya ada pelajaran dan futsal. Namun entah kenapa, Gaby menyukai Pasha yang seperti itu. Gaby ingin memiliki Pasha, ingin menjadi gadis yang dicintai Pasha suatu saat nanti jika Pasha mulai memikirkan cinta.
                “Gabyyyyyy!”
                “Enyah, kau, Tondi!” Gaby menatap cowok tinggi yang super tampan, bermata sipit, berkulit putih, dan berambut agak gondrong di depannya dengan kesal. Kenapa sih, si playboy ini masih saja mengikutiku? Padahal kemarin sudah kutolak! pikir Gaby kesal.
                “Kau ini kenapa, sih? Jahat sekali, sih… memangnya aku tidak boleh berada dekat denganmu? Kita kan teman.” Tondi tersenyum lebar, menampakkan lesung pipinya yang membuatnya semakin tampan. Kalau cewek lain pasti akan berdebar senang atau pingsan melihat senyumannya itu, tapi aku tidak!
                “Kemarin menyatakan cinta dan sekarang berubah menjadi teman lagi? Dasar playboy.” Aku mengangkat alis kiriku yang melengkung indah, gen yang diturunkan dari ayahku.
                Senyum Tondi semakin lebar. “Aku rela selamanya hanya menjadi teman baikmu jika itu bisa membuatku bisa terus berada di sisimu…”
                Gaby memutar bola matanya bosan. “Terserah. Aku sedang belajar, jangan ganggu aku.” Gaby mulai melanjutkan membaca buku Biologinya. Sementara Tondi duduk tenang di sampingnya sambil memperhatikan Gaby yang sedang belajar.
***
“Aku bisa membantumu untuk mendapatkan Pasha.”
                Gaby berhenti menyapu, ia mengerjapkan matanya menatap Tondi. Wajahnya merona merah. Ia menatap galak pada Tondi saat berkata, “Bagaimana kautahu kalau aku…?”
                Tondi tersenyum. “Tentu saja aku tahu, karena selama ini aku kan selalu memperhatikanmu.”
                “Memangnya kau ada waktu untuk memperhatikanku? Selama aku mengenalmu, kau kan selalu dikelilingi cewek-cewek.”
                Mata Tondi menatap mata Gaby dengan lembut. “Banyak cewek yang mengeliliku, namun mata dan hatiku hanya tertuju padamu.”
                Dasar perayu ulung! Gaby tersenyum sinis. “Aku tidak memerlukan bantuanmu. Aku bisa sendiri untuk mendapatkan Pasha.”
                Mata Tondi tetap menatapnya dengan lembut. “Harus cara licik untuk mendapatkan Pasha.”
                “Apa maksudmu?”
                Tondi tersenyum penuh arti. Ia menyentuh bibirnya sendiri dengan telunjuknya dan berkata, “Kau harus mencium bibirnya, maka ia akan luluh padamu.”
                Wajah Gaby terasa terbakar mendengar ucapan Tondi. “Sembarangan saja!” Gaby melemparkan sapu yang sedang dipegangnya ke arah Tondiyang langsung ditangkap cowok itulalu ia buru-buru mengambil tasnya dan pergi ke luar kelas. Ia bersyukur Tondi tidak mengejarnya. Mencium Pasha? Ada-ada saja!
***
Dengan jantung yang berdebar sangat kencang, Gaby berdiri di sebelah Pasha yang sedang mencari buku untuk dibacanya. Saat ini jam istirahat, dan biasanya Pasha bermain futsal di lapangan atau membaca buku di perpustakaan. Karena tadi Gaby tidak melihat Pasha di lapangan, jadi ia ke perpustakaan untuk mencari cowok itu.
                Pasha tersenyum padanya, “Hai, Gaby. Mencari buku apa?”
                Gaby menelan ludah, “Eh, aku… buku tentang astronomi.”
                “Oh… sepertinya aku tahu tempatnya, biar kucarikan…”
                Dengan jantung yang seolah memukul-pukul dadanya, Gaby menarik bagian depan seragam putih Pasha, berjinjit, lalu mencium bibir cowok itu selama dua detik. Lalu Gaby segera kabur meninggalkan Pasha yang berdiri terpaku di tempat.
                Gaby terus berlari menuju toilet. Lalu ia masuk ke bilik toilet yang kosong. Napasnya tersengal dan air mata telah membanjiri wajahnya. Dasar Gaby bodoh, tolol, idiot! Kenapa kau mau saja mengikuti ucapan bodoh Tondi si playboy, sih? Gaby menangisi kebodohannya sambil berjongkok di lantai.
***
"Jadi kau benar-benar melakukannya?”
                “Ya, dan aku menyesal telah melakukannya!” Gaby menunduk dengan wajah merah padam dan mata sembab sehabis menangis.
                Tondi tidak tertawa, ia malah tersenyum, lalu merangkul bahu Gaby dengan lembut. “Percaya padaku, Pasha akan luluh padamu.”
                Gaby tidak mau memercayai ucapan Tondi begitu saja, seperti sebelumnya. Untungnya Gaby tidak sekelas dengan Pasha, jadi ia tidak akan sering bertemu dengan cowok itu. Karena saat ini Gaby belum berani untuk menemui Pasha untuk meminta maaf soal ciuman itu.
                Seminggu kemudian Gaby sangat terkejut karena Pasha menghampirinya ke kelas saat jam istirahat. Cowok itu setengah menyeretnya ke perpustakaan. Setelah mereka tiba di perpustakaan yang lumayan sepi, yang dipenuhi oleh rak-rak buku yang berjajar rapi, Pasha melepaskan pegangannya pada tangan Gaby. Wajah putih cowok itu kini merah padam, entah karena marah, entah karena malu, atau keduanya.
                “Ak-aku minta maaf soal kemarin…” Gaby menunduk menatap lantai putih berukuran 40 x 40 di bawahnya. Ia meremas rok abu-abu selututnya. Wajahnya memerah karena malu.
                “Kenapa kau melakukannya?”
                “Aku… aku…” Air mata Gaby ingin menyerbu keluar. Lalu tiba-tiba saja Pasha mendorongnya ke dinding dan mencium bibirnya. Satu detik. Dua detik… Lima detik.
                Pasha melepaskan ciumannya. Namun tubuhnya masih menekan tubuh Gaby ke dinding. Napas keduanya tersengal. “Katakan, kenapa kau menciumku kemarin?”
                Wajah Gaby merona. Ia sangat terkejut karena ciuman Pasha. Jantungnya berdebar dengan sangat kencang. Apakah Pasha sedang balas dendam padanya? “Aku… karena aku menyukaimu…” Gaby memejamkan matanya.
                “Kalau begitu, maukah kau menjadi pacarku?”
                Gaby membuka matanya dan menatap Pasha tak percaya. “Apa?”
                Pasha tersenyum. Ia memegang kedua tangan Gaby. Matanya yang cokelat terang menatapnya dengan lembut. “Selama seminggu ini aku tidak bisa melupakan ciumanmu. Aku tidak bisa berkonsentrasi saat belajar ataupun saat bermain futsal. Mungkin… sepertinya… aku jadi mencintaimu.”
                Apa? Jadi karena ciuman itu? Gaby menggeleng sedih. “Tidak, Pasha. Yang kaurasakan padaku bukan cinta… hanya karena ciuman, kau jadi mencintaiku… ini… ini aneh. Aku tidak mau.” Gaby mendorong Pasha pelan, lalu berjalan cepat meninggalkan Pasha di belakangnya.
                Ini konyol, hanya gara-gara aku menciumnya, Pasha jadi mencintaiku? Itu bukan cinta, tapi nafsu! pikir Gaby frustasi. Gaby menghapus air matanya yang ternyata telah mengalir di kedua belah pipinya.
                Sejak kejadian itu, Gaby terus menerus menghindari Pasha.
                “Kenapa sih kau malah menolak Pasha?”
                “Diam kau, Tondi! Ini semua gara-gara aku mengikuti ide bodohmu! Semua jadi berantakan! Dan aku adalah si bodoh yang mengikuti ide bodoh itu!”
                Tondi berdehem. Ia memegang bahu mungil Gaby yang berguncang karena gadis itu menangis. “Aku minta maaf, tapi menurutku Pasha itu benar-benar mencintaimu, bukan karena nafsu.”
                “Kau salah!” Gaby menepiskan tangan Tondi dari bahunya. “Sebentar lagi ujian, aku harus konsentrasi belajar.”
                Tondi mengangkat bahu.
***
Satu tahun kemudian…
Gaby tak menyangka ia akan bertemu kembali dengan Pasha, cinta pertamanya sekaligus cowok yang sampai saat ini masih memiliki tempat yang istimewa di hatinya. Ia memang mengetahui dari Tondi bahwa Pasha kuliah di Serang. Tapi ia tak menyangka ia akan bertemu lagi dengan cowok itu di pantai Anyer saat ia sedang mengadakan diklat dengan klub taekwondonya.
                Pasha yang saat ini mengenakan kemeja putih yang lengannya dilipat sampai siku, celana selutut, dan sandal jepit, tersenyum lembut dan ia tidak tampak terkejut saat ia melihat Gaby. “Kau semakin manis saja.”
                Wajah Gaby merona. “Te… terima kasih…”
                “Kau pasti heran kenapa aku tidak terkejut melihatmu di sini.”
                “Y-ya…”
                “Itu karena aku tahu dari Tondi bahwa kau ada di sini.”
                “Apa?”
                Pasha tersenyum. “Aku terus mencari informasi tentangmu dari Tondi. Dan aku sangat senang karena sampai saat ini kau masih jomblo… kenapa?”
                Wajah Gaby memerah. “Aku… tidak tahu…” ujarnya berbohong. Ia membiarkan saja angin meniup rambut lurus panjangnya sehingga menutupi wajahnya. Dan ia sangat terkejut karena tangan kuat Pasha menyibakkan rambutnya, merangkum wajahnya, lalu dengan cepat mencium bibirnya selama tiga detik. “Pa… Pasha?” Jantung Gaby berdebar dengan kencang dan pipinya terasa panas. Untunglah tidak banyak pengunjung yang datang sore ini. Ah, tapi bukan itu masalahnya kan! pikir Gaby kalut.
                “Selama ini aku merenungkan kata-katamu. Dan selama kuliah di Serang, aku mencoba untuk membuka diri untuk cinta dan berteman dengan para wanita. Tapi… apakah kau bisa menjelaskan padaku kenapa sampai saat ini aku juga masih jomblo?”
                Gaby menatap mata cokelat terang Pasha, mencari kebohongan di sana, namun ia tidak menemukannya. “Aku… aku tidak tahu…”
                “Dan apakah kau bisa menjelaskan padaku kenapa sampai saat ini aku tidak bisa melupakan rasa bibirmu?”
                Wajah Gaby semakin merah padam. Ia menggeleng pelan.
                Pasha kembali merangkum wajah Gaby dan menatap mata Gaby dengan tajam. “Kalau ciuman tadi belum bisa memberikan penjelasan mengenai perasaan yang kurasakan selama ini, aku akan menciummu lagi sampai kau dan aku mengetahui jawabannya…” Pasha menunduk dan mendekatkan wajahnya.
                Gaby mendorong dada Pasha. “Hentikan, dilihat orang!”
                Pasha tersenyum. “Sepi pengunjung, kok…”
                “Mu… mungkin kau memang mencintaiku! Mungkin yang kaurasakan padaku selama ini bukan nafsu, tapi cinta!” Gaby setengah berteriak sambil memejamkan matanya. Lalu ia merasakan lengan-lengan kuat mendekapnya erat.
                “Ya, tentu saja. Dan bukan mungkin, Honey, tapi pasti, sudah jelas.”  Pasha mendorongnya pelan lalu menatap matanya tajam sambil tersenyum. “Selama ini aku mencintaimu, Gaby my Honey… maukah kau menjalin hubungan yang serius denganku?”
                Jantung Gaby seolah akan meledak saat mata cokelat terang Pasha menatapnya tajam dan bibir merahnya mengucapkan kata-kata sakti itu. Air mata Gaby menyerbu keluar. “Ya, ya, Pasha, aku mau… aku… aku juga mencintai…” Ucapan Gaby kembali tertelan oleh ciuman Pasha. Kali ini Pasha menciumnya lebih lama, dan dalam. Mereka tidak memedulikan segelintir orang di sekitar mereka yang memperhatikan mereka dengan penuh minat.
***
Huh, padahal dulu aku menyarankan ide konyol itu pada Gaby agar Pasha membenci Gaby. Tapi kenapa malah membuat Pasha mencintai Gaby? Tondi menghela napas sambil memperhatikan Gaby dan Pasha yang sedang berciuman di tepi pantai sambil berpelukan dengan erat. Hmm… sebaiknya aku juga memakai ide konyol itu untuk memikat cewek yang suatu saat akan menjadi kekasihku, pikir Tondi sambil mengangkat bahu.
                Semoga kau bahagia, Gaby.
***END***
Bekasi, 15 Agustus 2013
CODÈT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar